Minggu, 18 November 2012

Bakteri/Basil Tahan Asam (BTA)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
         Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium, avium, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).
         Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna (Lay, 1994).
         Uji bakteri tahan asam (BTA) pada praktikum kali ini menggunakan prosedur pewarnaan Ziehl Neelson yaitu dengan memberi larutan pewarna carbol fuchsin, alkohol asam, dan methylen blue. Hasil yang diperoleh saat praktikum yaitu positif 1 dan positif 2 yang dilaporkan secara kuantitatif menurut IUAT, yaitu:
Negatif   :  apabila tidak ditemukan BTA.
Positif     :  apabila terdapat 1 – 9 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 1  :  apabila terdapat 10 – 90 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 2  :  apabila terdapat 1 – 9 BTA / 1 lapang pandang.
Positif 3  :  apabila terdapat > 10 BTA / 1 lapang pandang.
         Tujuan pemberian carbol fuchsin 0,3% adalah untuk mewarnai seluruh sel bakteri. Tujuan pemberian alkohol asam 3% adalah meluruhkan warna dari carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian alkohol asam 0,3% karena memiliki lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan warna merah akibat pemberian carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan pemberian methylen blue adalah memberi warna background (Pelczar dan Chan, 1986).
Mewarnai bakteri yang tahan terhadap asam digunakan cara pewarnaan Ziehl Neelson. Pewarnaan Ziehl Neelson terdapat beberapa perlakuan dan zat kimia yang diberikan. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tetapi tidak mengubah struktur sel bakteri. Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades mengalir bertujuan untuk menutup kembali lemaknya (Pelczar dan Chan, 1986).

1.2        Rumusan Masalah
1.      Apakah bakteri tahan asam itu?
2.      Spesies-spesies apa yang patogen pada manusia?
3.      Bagaimanakah morfologi dan identifikasi bakteri-bakteri tahan asam?
4.      Bagaimana pathogenesis dari bakteri-bakteri tahan asam?
5.      Bagaimana patologi dari bakteri-bakteri tahan asam?
6.      Bagaimana gambaran klinis dari bakteri-bakteri tahan asam?
7.      Bagaimana uji laboratorium diagnostic dari bakteri-bakteri tahan asam?
8.      Bagaimana resistensi dan imunitas dari bakteri-bakteri tahan asam?
9.      Bagaimana pengobatan dari bakteri-bakteri tahan asam?
10.  Bagaimana epidemiologi, pencegahan, dan pengendalian dari bakteri-      bakteri tahan asam?
1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui bakteri tahan asam.
2.      Untuk mengetahui spesies-spesies yang patogen pada manusia.
3.      Untuk mengetahui morfologi dan identifikasi bakteri-bakteri tahan asam.
4.      Mengetahui pathogenesis dari bakteri-bakteri tahan asam.
5.      Mengetahui patologi dari bakteri-bakteri tahan asam.
6.      Mengetahui gambaran klinis dari bakteri-bakteri tahan asam.
7.      Mengetahui uji laboratorium diagnostic dari bakteri-bakteri tahan             asam.
8.      Mengetahui resistensi dan imunitas dari bakteri-bakteri tahan asam.
9.      Mengetahui pengobatan dari bakteri-bakteri tahan asam.
10.  Mengetahui epidemiologi, pencegahan, dan pengendalian dari bakteri-     bakteri tahan asam.
                                                                                                 














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Mycobacterium
Mikobakteria adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan tidak mudah diwarnai tetapi jika telah diwarnai tahan dekolorisasi oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil ”basil tahan asam” (BTA). Selain banyak bentuk saprofit, terdapat juga golongan organisme patogen yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksiosa.
Bakteri ini memiliki ciri-ciri berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel.  Bakteri ini ada 41 spesies yang telah diakui oleh ICSB (International Committee on Systematic Bacteriology) yang sebagaian besar sudah saprofit dan sebagaian kecil lainnya patogen untuk manusia diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leparae dan lain-lainnya yang dapat menyebabkan infeksi kronik. Golongan saprofit dikenal juga dengan nama atipik (Syahrurachman, 1994).
Bakteri ini membutuhkan bahan tambahan makanan seperti darah egg yolk, serum dan sel yang tebal yang terdiri dari asam lemak mivolet untuk pertumbuhannya. Mycobacterium tuberculose merupakan bakteri gram positif (+), batang sedikit bengkok, panjang atau pendek, tidak berspora, tidak berkapsul, pertumbuhan sangat lambat 2 - 8 minggu, suhu optimal 37 - 38oC.
Mycobacterium tahan terhadap asam dan alkali dibanding dengan kuman lain sehingga apabila bahan spesimen mengandung kuman lain dapat dibunuh dengan mudah sehingga spesimen menjadi lebih murni (Staff pengajar FKUI, 1994). Mycobacterium tuberculose terdapat pada manusia yang mengidap penyakit TBC dan penularannya terjadi melalui jalan pernafasan.



2.2        Mycobacterium Tuberkulosa
2.2.1    Morfologi dan Identifikasi
A.    Ciri-ciri khas Organisme: Dalam jaringan binatang, asil tuberkel, merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 × 3 µm. Pada perbenihan buatan, terlihat bentuk kokus dan filamen. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram negatif. Sekali diwarnai dengan zat warna basa warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun telah diberikan yodium. Basil tuberkel yang sebenarnya, ditandai oleh sifat “tahan asam”, misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua kuman kecuali mikobacteria. Sifat tahan asam ini tergantung pada integritas struktur selubung berlilin. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk identifikasi kuman tahan asam. Pada dahak atau potongan jaringan, mikobakteria dapat diperlihatkan dengan flouresensi kuning-jingga setelah diwarnai degan zat warna flourokhrom(auramin,radamin).









Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

B.     Biakan: digunakan 3 jenis perbenihan.
1)         Perbenihan sintetik sederhana-inokula yang besar tumbuh pada perbenihan sintetik sederhana dalam beberapa minggu. Inokula kecil tidak dapat tumbuh dalam perbenihan karena adanya asam-asam lemak toksik dalam jumlah sedikit. Efek toksik asam-asam lemak dapat dinetralkan oleh serum binatang atau albumin. Arang aktif membantu pertumbuhan.
2)        Perbenihan asam oleat-albumin membantu proliferasi inokula kecil, khususnya bila terdapat tweens (ester-ester asam lemak yang larut dalam air, misalnya, perbenihan dubos). Biasanya mikobakteria tumbuh berkelompok sebab sifat hidrofobik permukaan selnya. Tweens membasahi permukaan dan memungkinkan pertumbuhan yang menyebar dalam perbenihan cair. Pertumbuhannya sering lebihcepat daripada perbenihan kompleks.
3)        Perbenihan organik kompleks-Inokula kecil, misalnya, bahan-bahan dari penderita, biasanya tumbuh pada perbenihan yang mengandung zat-zat organik kompleks, misalnya kuning telur, serum binatang, ekstrak jaringan. Perbenihan sering mengandung penisilin atau hijau malakhit untuk menghambat kuman lain.
C.  Sifat-sifat Pertumbuhan: Mikobakteria adalah aerob obligat dan   mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO memperbesar pertumbuhan. Aktivitas biokimia       tidak khas, dan laju pertumbuhan lebih lambat daripada kebanyakan     kuman. Waktu pergandaan baasil tuberkel adalah 18 jam. Bentuk saprofit         cenderung tumbuh lebih cepat, berproliferasi dengan baik pada 22˚C,   menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam daripada           bentuk yang patogen.
D.  Reaksi terhadap Faktor-faktor Fisik dan Kimia: Mikobakteria    cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia daripada kuman lainnya,            sebab sifat hidrofobik permukaan sel dan pertumbuhannya yang       bergerombol. Zat-zat warna (misalnya hijau malakhit) atau faktor antijasad       renik (misalnya penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap kuman lain       dapat dimasukkan ke dalam perbenihan tanpa menghambat pertumbuhan      basil tuberkel. Asam dan alkai memungkinkan sebagian basil tuberkel       yang terkena tetap hidup dan dipergunakan untuk “konsentrasi”            bahan pemeriksaan dari klinik dan membunuh sebagian organisme yang mengkontaminasi. Basil tuberkel cukup resisiten terhadap pengeringan dan      dapat hidup lama dalam dahak yang kering.
E.  Variasi: Variasi dapat terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen,          produksi faktor “cord”, virulensi, suhu pertumbuhan optimal dan sifat-sifat   seluler atau pertumbuhan lainnya.
F.  Patogenisitas: Terdapat perbedaan yang jelas tentang kemampuan        berbagai mikobakteria untuk menyebabkan lesi pada berbagai spesies tuan            rumah. M tuberculosis dan M bovis sama-sama patogenik terhadap          manusia. Perjalanan infeksi (melalui saluran pernafasan dibandingkan          melalui saluran percernaan) menentukan pola lesi. Pada negara         berkembang, M bovis sangat jarang. Beberapa mikobakterium “atipik”          (misalnya m. kansasii) menyebabkan penyakit manusia yang tidak dapat       dibedakan dari tuberkulosis; kuman lain (misalnya, mikobacterium        fortuitum) hanya menyebabkan lesi permukaan atau berperan sebagai             oportunis.
G.  Unsur-Unsur Tuberkel
Unsur-unsur ini terutama ditemukan dalam dinding sel. Dinding sel mikobakteri dapat merangsang hipersensitivitas jenis lambat, merangsang suatu kekebalan terhadap infeksi, dan mengganti seluruh sel mikobakteria dalam adjuvan Freud. Isi sel miobakteria hanya menimbulkan reaksi hipersensitivitas jenis lambat pada binatang yang sebelumnya telah disentisi. Unsur tersebut antara lain:
Ø  Lipid: Mikobakteria kaya akan lipid. Banyak lipid kompleks, asam lemak dan lilin telah diisolasi dari kuman ini. Dalam sel, lipid sebagian besar terikat pada protein dan polisakharida. Lipid mungkin bertanggungjawab untuk sebagian besar reaksi-reaksi seluler jaringan terhadap basil tuberkel.
2.2.2        Patogenesis
Mikobakteria tidak menghasilkan toksin yang dikenal. Organisme dalam tetesan dari 1-5 µm terhirup dan mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetap dan berproliferasinya organisme virulen dan adanya interaksi dengan tuan rumah. Basil tidak virulen yang disuntikkan (misalnya, BCG) hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
2.2.3    Patologi
Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresinya terutama ditentukan oleh jumlah mikobakteria dalam inokulum dan perkembangbiakannya selanjutnya, dan resistensi dan hipersensitivitas hospes.
A.      Dua Lesi Utama
1.        Tipe eksudatif— ini terdiri dari reaksi peradangan akut, dengan cairan oedema. Leukosit polimorfanoklir, dan kemudian monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terutama terlihat dalam jaringan paru-paru, dimana lesi ini mirip pneumonia bakterial. Tipe ini dapat sembuh dengan resolusi, sehingga seluruh eksudat di absorpsi; ini dapat mengakibatkan nekrosis masif dari jaringan; atau dapat berkembang menjadi lesi tipe kedua (produktif). Selama fase eksudatif, tes tuberkulin positif.
2.         Tipe produktif—Bila berkembang maksimal, lesi ini, suatu granuloma menahun, akan terdiri dari 3 daerah: (1) daerah sentral yang luas, sel raksasa berinti banyak yang mengandung basil tuberkel; (2) daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat, sering tersusun secara radial; dan daerah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit, dan monosit. Kemudian terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis kaseosa. Lesi demikian dinamakan tuberkel. Tuberkel kaseosa dapat pecah ke dalam bronkhus, mengosongkan isinya disini, dan membentuk kaverne. Selanjutnya lesi ini dapat sembuh oleh fibrosis atau kalsifikasi.
B.      Penyebaran Organisme dalam Hospes: Basil tuberkel menyebar dalam hospes melalui penyebaran langsung, melalui pembuluh getah bening dan aliran darah, dan melalui bronkhi dan saluran pencernaan.
Pada infeksi pertama, basil tuberkel selalu menyebar dari tempat asalnya melalui kelenjar getah bening ke kelenjar getah bening regional. Basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah, yang selanjutnya menyebarkan basil ke seluruh organ tubuh (penyebaran milier). Aliran darah dapat juga di invasi oleh erosi vena karena tuberkel kaseosa atau kelenjar getah bening. Bila lesi kaseosa mengeluarkan isinya ke dalam bronkhus, isi ini di aspirasi dan disebarkan ke bagian paru-paru lainnya atau tertelan dan masuk ke dalam lambung dan usus.
C.      Tempat Pertumbuhan Intraseluler. Sekali mikobakteria menetap dalam jaringan, kuman ini terutama akan tinggal dalam intraseluler dalam monosit, sel-sel retikoendotelial, dan sel-sel raksasa. Lokalisasi intraseluler adalah salah satu sifat kuman yang menyebabkan khemoterapi sulit dan membantu menetapnya mikroorganisme. Dalam sel binatang yang kebal, pembiakan basil tuberkel sangat terhambat.
2.2.4    Gambaran Klinis
            Karena basil tuberkel dapat manyerang setiap organ tubuh, manifestasi kliniknya dapat berubah-ubah. Kelelahan, lemah, berat badan turun, dan demam merupakan tanda-tanda penyakit tuberkulosis. Serangan pada paru-paru menimbulkan batuk menahun dan batuk berdarah biasanya dihubungkan dengan lesi yang telah lanjut. Meningitis atau gangguan saluran air kemih dapat terjadi tanpa ada gejala-gejala tuberkulosis lainnya. Penyebaran melalui darah mengakibatkan tuberkulosis milier dengan lesi-lesi pada berbagai organ dan angka kematian yang tinggi.
2.2.5    Uji Laboratorium Diagnostik
            Baik tes tuberkulin maupun tes serologik yang sekarang tersedia tidak dapat memberikan bukti penyakit aktif akibat basil tuberkel. Hanya isolasi basil tuberkel yang memberikan bukti untuk ini.
            Bahan pemeriksaan terdiri dari dahak segar, bilasan lambung, air kemih, cairan pleura, cairan sendi, cairan spinal, bahan biopsi, atau bahan tersangka lainnya.
A.      Sediaan Mikroskopik yang Diwarnai: dahak, atau sedimen sediaan lambung, air kemih, eksudat, atau bahan lainnya diwarnai tahan asam dengan teknik Ziehl-Neelsen, dengan cara yang dapat dipersamakan, atau dengan mikroskopi fluoresensi dengan zat warna auramin-rodamin. Bila organisme demikian ditemukan, dianggap bukti adanya injeksi mikobakteria.
B.       Konsentrasi untuk Sediaan Mikroskopik yang Diwarnai: Bila sediaan mikroskopik langsung negatif, dahak dapat dicairkan dengan menambah “clorox” 20% (larutan hipoklorit 1%), dipusingkan, dan sedimen diwarnai dan diperiksa secara mikroskopik. Bahan yang telah diolah ini tidak baik untuk di biakkan.
C.      Biakan: air kemih, cairan spinal, dan bahan-bahan yang tidak terkontaminasi kuman lain dapat dibiak secara langsung. Dahak mula-mula diberi natrium hidroksida 2% atau zat-zat bakterisidal lainnya terhadap mikroorganisme kontaminan tetapi kurang bakterisidal terhadap basil tuberkel. Dahak yang telah dicairkan kemudian di netralisasi dan dipusingkan dan sedimen diinokulosikan ke dalam perbenihan yang cocok. Pengeraman perbenihan yang diinokulasi diteruskan sampai 8 minggu.
Mikobakteria yang terisolasi harus dikenali dan di tes terhadap kepekaan terhadap obat.
D.      Inokulsai Binatang: Sebagian bahan biakan dapat diinokulasikan secara subkutan pada marmot, yang tuberkulinya telah diperiksa setelah 3-4 minggu dan dilakukan otopsi setelah 6 minggu untuk mencari bukti tuberkulosis. Cara ini sekarang jarang dilakukan, karena cara pembiakan lebih sensitif.
E.       Serologi: Tidak diketahui tes serologi yang berguna untuk diagnosa.
2.2.6        Resistensi dan Imunitas
            Bila tuan rumah tidak mati waktu infeksi pertama dengan basil tuberkel, suatu kekebalan tertentu akan diperoleh, dan terdapat kenaikan kemampuan untuk membatasi basil tuberkel, menghambat pembiakannya, membatasi penyebarannya, dan mengurangi penyebarannya dalam saluran getah bening. Ini sebagian besar dapat dihubungkan dengan kemampuan sel-sel mononuklir untuk membatasi pembiakan organisme yang termakan dan mungkin menghancurkannya. Sel-sel mononuklir memperoleh “kekebalan seluler” ini selama permulaan infeksi tuan rumah.
            Terbentuk antibodi terhadap berbagai unsur seluler basil tuberkel. Antibodi dapat ditetapkan dengan tes presipitasi tes ikatan komlemen reaksi hemaglutinasi pasif dan tes ELISA (“enzyme linked immunosorbent assay”). Tidak ada satupun reaksi serologik ini mempunyai hubungan langsung dengan tingkat resistensi tuan rumah.
            Selama infeksi primer, tuan rumah juga mendapatkan hipersensitivitas terhadap basil tuberkel. Ini dibuktikan dengan timbulnya reaksi tuberkulin positif. Kepekaan terhadap tuberkulin dapat ditimbulkan oleh seluruh basil tuberkel atau oleh tuberkulo protein dalam campuran dengan lilin basil tuberkel yang dapat dilarutkan khloroform, tetapi tidak oleh tuberkulo protein sendiri. Hipersensitivitas dan resisitensi tampaknya merupakan aspek yang berbeda dengan reaksi-reaksi perantara sel yang ada hubungan satu sama lain.
2.2.7        Penyakit yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Tuberkulosa
            Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulosa ini. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian  tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur. Penularannya terjadi melalui jalan pernafasan, tetapi spesies Mycobacterium bovis biasanya terdapat pada lembu dan dapat ditemukan pula pada manusia di usus (Syahrurachman, 1994).

2.2.8    Pengobatan
            Istirahat fisik dan mental, gizi diperbaiki dan berbagai bentuk terapi membuat paru-paru kolaps telah lama dipakai tetapi telah diganti dengan kemoterapi spesifik. Obat-obat anti tuberkulosis yang paling banyak digunakan saat ini adalah isoniazid (INH), etambutol, rifampin, dan streptomisin. Sayang sekali, varian-varian basil tuberkel yang resisten terhadap masing-masing obat tersebut meningkat dengan cepat. Pengobatan paling berhasil bila obat-obat diberikan bersama-sama (misalnya, INH + rifampin; INH + etambutol; dan sebagainya), sehingga memperlambat timbulnya bentuk-bentuk yang resisten. Kadang-kadang, infeksi terjadi dengan basil tuberkel yang resisten terhadap satu atau lebih obat. (Di AS, 3-8% infeksi primer disebabkan oleh M tuberkulosis yang resisten terhadap INH. Di Asia, perbandingannya lebih besar. Ini mempengaruhi pengobatan imigran orang Asia ke Amerika Serikat). Obat-obat lain (misalnya, etionamida, pirazinamida, viomisin, sikloserin) lebih jarang dipergunakan sebab efek sampingnya lebih menonjol. Adanya obat-obat khemoterapetika mengakibatkan penekanan aktivitas tuberkulosis dan pemberantasan sebaguan besar basil tuberkel. Penyembuhan klinik biasanya dapat dicapai dalam 6-12 bulan. Faktor-faktor tuan rumah penting pada pengawasan organisme yang tersisa. Penderita dengan dahak positif menjadi tidak infektif dalam 2-3 minggu setelah dimulai khemoterapi yang efektif.
            Penjelasan berikut telah dikemukakan untuk menerangkan kekhususan resistensi tuberkulosis menahunterhadap khemoterapi:
1.      Kebanyakan basil bersifat intraseluler.
2.      Bahan perkejuan pada lesi, walaupun itu sendiri melawan proliferasi kuman, bahan tersebut mengganggu kerja obat.
3.      Pada lesi-lesi menahun basil tuberkel tidak berproliferasi, kuman “bertahan” dan tidak aktif secara metabolik, sehingga tidak rentan terhadap daya kerja obat.
\
Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan Penyembuhannya

2.2.9        Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
Ø   Epidemiologi
         Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresi basil tuberkel dalam jumlah besar, terutama dari saluran nafas. Kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) dan kontak secara masif (misalnya tenaga kesehatan) menyebabkan penularan melalui inti droplet kemungkinan yang paling bisa terjadi. Susu sapi yang menderita tuberkulosis bovis tidak diawasi dengan baik dan susu tidak di pasteurisasi.
         Kepekaan terhadap tuberkulosis adalah suatu akibat dari 2 kemungkinan: resiko memperoleh infeksi dan resiko menimbulkan penyakit setelah terjadi infeksi. Bagi orang dengan tes tuberkulin negatif, kemungkinan memperoleh basil tuberkel tergantung pada kontak dengan sumber-sumber basil yang dapat menimbulkan infeksi terutama dari penderita dengan dahak positif. Risiko ini sebanding dengan laju infeksi aktif pada penduduk, kepadatan, keadaan sosial ekonomi yang merugikan, dan pemeliharaan kesehatan yang kurang. Faktor-faktor ini, dan bukan faktor genetik, mungkin penyebab lebih tingginya angka tuberkulosis yang bermakna pada orang Indian, Eskimo, dan Negro Amerika.
         Risiko kedua berkembagnya penyakit secara klinik setelah infeksi mempunyai komponen genetik (terbukti pada binatang dan di duga pada orang Negro Amerika dengan insiden penyakit lebih tinggi pada mereka yang memiliki antigen HLA-Bw 15 histokompatibilitas). Ini dipengaruhi oleh umur (risiko tinggi pada bayi baru lahir dan usia 16-21 bulan), oleh kekurangan gizi, dan oleh keadaan status imunologik, penyakit-penyakit yang menyertainya (misalnya, silikosis, diabetes), dan faktor-faktor resistensi hospes atau tuan rumah masing-masing.
         Di kota, infeksi terjadi pada usia yang lebih muda daripada infeksi yang terjadi pada penduduk desa. Penyakit hanya terjadi pada sebagian kecil individu yang terinfeksi. Pada saat ini di Amerika Serikat penyakit aktif terutama menggambarkan reaktivasi endogen tuberkulosis dan paling sering terdapat pada laki-laki yang berusia tua yang kurang gizi atau laki-laki miskin pecandu alkohol.
Ø   Pencegahan dan Pengendalian
1.        Tindakan kesehatan masyarakat dengan tujuan mengetahui kasus dan sumber infeksi sedini mungkin (tes tuberkulin, sinar-x) dan untuk pengobatan yang tepat sampai tidak dapat menimbulkan infeksi.
2.        Pemberantasan tuberkulosis pada ternak (“tes dan pembunuhan”) dan pasteurisasi susu.
3.        Pengobatan “converters” tuberkulin tanpa gejala-gejala pada golongan umru yang lebih mudah mendapat komplikasi (misalnya anak-anak) dan pada orang-orang dengan tuberkulin positif yang harus menerima obat penekan reaksi imun.
4.         Imunisasi: Berbagai basil tuberkel hidup yang tidak virulen, khususnya BCG (bacille Calmette Gueri, organisme bovin yang dilemahkan), digunakan untuk merangsang suatu resistensi tertentu pada orang yang sangat erat berhubungan dengan penderita TBC. Vaksinasi dengan organisme ini adalah pengganti infeksi primer dengan basil tuberkel virulen. Vaksin yang tersedia belummemnuhi persyaratan secukupnya dipandang dari berbagai sudut teknik dan biologik. Kendatipun demikian, dalam tahun 1980 di London, kebanyakan anak usia 12 tahun dan tuberkulin negatif, diberikan BCG. Di Swedia, kebanyakan anak usia 1 tahun mendapatkan BCG. Di AS, pemakaian BCG hanya dianjurkan pada orang bertuberkulin negatif yang sering mengadakan kontak dengan penderita TBC. Bukti statistik menunjukkan bahwa ada peningkatan resistensi selama waktu tertentu setelah vaksinasi BCG. Kemingkinan nilai imunisasi dari fraksi kuman yang tidak hidup masih dalam penyelidikan.
5.        Resistensi tuan rumah: Faktor-faktor tidak spesifik dapat mengurangi resistensi tuan rumah, ini mempermudah perubahan infeksi asimptomatik menjadi penyakit di antara “aktivator-aktivator tuberkulosis ini adalah kelaparan, gastrektomi, dan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau obat-obatan imuno supresif.penderita seperti ini dapat menerima INH “profilaksis”.


2.3        Mycobacterium Leprae
         Meskipun organisme ini telah dilukiskan oleh Hensen pada tahun 1873, kuman ini tidak dapat dibiakkan pada pembenihan bakteriologik yang tidak hidup. Kuman ini menimbulkan penyakit lepra. Terdapat lebih dari 1 juta kasus lepra, terutama di Asia.
         Ciri-cirinya adalah basil tahan asam tunggal, dalam nerkas sejajar, atau dalam masa berbentuk bola secara tetap ditemukan dalam sediaan mikroskopis atau kerokan kulit atau selaput lendir (terutama septum nasi) pada lepra lepromatosa. Basil sering ditemukan dalam sel-sel endotel pembuluh darah atau dalam sel-sel mononuklir. Organisme tidak tumbuh pada pembenihan buatan. Bila basil dari manusia penderita lepra (jaringa dasar : kerokan hidung) diinokulasikan ke dalam telapak kaki mencit, timbul lesi granulomatosa ringan dengan pembiakkan basil yang terbatas. Armadillo yang diinokulasikan akan menderita lepra granulomatosa yang luas, dan armadillo yang terinfeksi dengan lepra secara spontan pernah ditemukan di Texas. M Leprae dari Armadillo atau jaringan manusia yang mengandung yang khas, mungkin suatu enzim yang khas dari lepra.
         2.3.1    Morfologi dan Identifikasi
A.  Bentuk: M. leprae berbentuk batang lurus atau sedikit bengkok, berukuran 1-8 X 0,2-0,5 mikron. Tahan asam, tetapi dibandingkan dengan M. tuberculosis lebih lemah. Dengan pengecatan Ziehl-Neelsen basil lepra tampak satu-satu atau umumnya bergerombol karena diikat oleh suatu glia (zat semacam lipid) dan ini membentuk bangunan yang khan. Bentuk itu ada yang disebut globus. Dalam bentuk ini basil lepra tersusun sejajar, keseluruhannya membentuk semacam bola. Bentuk lain disebut bentuk cerutu. Basil-basil lepra tersusun sejajar, tetapi bentuk keseluruhannya menyerupai cerutu.
Bakteri Mycrobacterium Leprae
B.  Penanaman: Sampai saat ini belum ada suatu jenis medium, baik medium buatan maupun biakan jaringan, yang dapat dipergunakan untuk pembiakan basil lepra. Penanaman pada binatang percobaan yang telah berhasil dan dijadikan standar adalah inokulasi pada telapak kaki mencit dan dipertahankan pada suhu 20°C. Binatang lain yang jugs peka terhadap basil lepra adalah suatu jenis dari armadillo.
C.  Pertumbuhan Khusus: Penanaman pada binatang percobaan menunjukkan bahwa basil lepra mempunyai waktu generasi cukup panjang, yaitu antara 12 hari sampai 42 hari, dibanding dengan 14 jam pada basil tbc atau 20 menit pada coliform.
D.  Sifat-Sifat: Basil lepra dalam suasana panas dan lembab dapat tetap hidup       selama 9-16 hari. Jika terkena sinar matahari secara langsung dapat             bertahan hidup selama 2 jam, terhadap sinar u.v. hanya dapat bertahan 30       menit.

         2.3.2    Patogenesis
Lepra adalah suatu granulomatosa kronik, disebabkan oleh basil lepra, yang terutama menyerang kulit, saraf perifer, dan mukosa hidung. Akan tetapi pada dasamya dapat menyerang pula setiap jaringan tubuh yang lain.
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung bourgeois imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae (Parasis Obligat Intraseluler) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah better pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag (berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit) untuk memfagosit.
Tipe LL: terjadi kelumpuhan system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT: fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
           
         2.3.3    Patologi
Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. Leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis.  Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

         2.3.4    Gambaran Klinis
Permulaan penyakit lepra selalau tersembunyi dan membahayakan. Lesi-lesi menyerang jaringan tubuh yang lebih dingin : kulit, saraf superfisial, hidung, faring, laring, mata dan testis. Lesi kulit dapat berwujud lesi makula yang anastetik, dengan diameter 1-10 cm; eritematosa dafus atau tersendiri, nodula infiltrat berdiameter 1-5 cm;  atau infiltrasi kulit yang difus. Gangguan neurologik dimanisfestasikan oleh infiltreasi dan penebalan saraf dengan akibat anestesia, neuritis, parestesia, ulkul ”trophic”, dan reabsorbsi tulang dan pemendekan jari-jari. Perusakan bentuk karena infiltrasi kulit dan diserangnya saraf pada kasus yang tidak dapat diobati dapat hebat sekali.
Penyakit ini dibagi menjadi 2 tipe yang utama, lepromatosa dan tuberkuloid, dengan beberapa bentuk peralihan. Pada tipe lepromatosa, perjalanan  penyakit progrtesif dan ganas, dengan lesi-lesi noduler kulit; bekteremia yang terus-menerus; dan tes kulit lepromin (ekstrak jaringan lepromatosa) negatif. Pada leprea lepromatosa, kekebalan perantara sel jelas tidak ada dan kulit terinfiltrasi dengan sel-sel T penekan. Pada tipe tuberkuloid, perjalanan penyakit jinak dan tidak progresif, dengan lesi makuler pada kulit, saraf terserang hebat, mendadak dan secara tidak simetris, dengan sedikit basil terdapat dalam lesi, dan es kulit lepromin positif. Pada lepra tuberkuloid, kekebalan perantara sel utuh dan kulit terinfiltrasi dengan sel-sel T penolong.
Manisfestasi sistemik anemia dan limfadenopati juga dapat terjadi. Seringkali mata terserang pula. Mungkin timbul amiloidosis.

         2.3.5    Uji Laboratorium Diagnostik
Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung, atau dari biopsi kulit cuping telinga dibuat sediaan mikroskopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknik Ziehl-Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologik yang khas. Tidak ada tes serologik yang bermanfaat. Tes-tes serologik bukan treponemal untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada lepra.S

         2.3.6    Resistensi dan Imunitas
Banyak orang takut berlebihan tertular penyakit kusta. Padahal menurut penelitian medis Kusta merupakan jenis penyakit menular yang sulit menular. Ada 3 (tiga) kelompok orang dalam system penularan penyakit kusta:
Orang yang memiliki tingkat imunitas (kekebalan) tinggi terhadap kuman kusta, maka orang tersebut akan resisten terhadap kuman kusta.
Orang yang memiliki kekebalan rendah terhadap kuman kusta, maka mungkin orang tersebut dapat terinfeksi kuman kusta namun akan sembuh dengan sendirinya.
Orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit kusta. Jika orang tersebut melakukan kontak langsung dan dalam waktu yang lama dengan orang yang membawa bakteri kusta dan belum minum obat, maka orang tersebut akan mengalami sakit kusta.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa 95% manusia memiliki kekebalan (resisten) terhadap penyakit kusta. Sementara hanya 5% orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap kuman kusta. Sebagai sebuah ilusterasi: dari 100 orang, 95 orang tidak dapat terserang kusta, 3 orang sakit dan dapat sembuh dengan sendirinya, dan 2 orang sakit dan harus minum obat.

         2.3.7    Penyakit yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Leprae
Penyakit kusta adalah penyakit menular yg menahun yg disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Jaringan tubuh yang diserang antara lain: mucosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot-otot, tulang, testis.
Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.

Penyakit Kusta
            A. Ciri-Ciri
         Lesi kulit pada paha. Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi ‘kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).
         Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.
         Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
         Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.
         Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.
            B.  Gejala dan Tanda
Bakteri penyebab lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan kebutuhan akan antibiotik :
1.     Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya.
2.     Pada lepra lepromatosa muncul benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata.
3.     Lepra perbatasan merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk lepra. Pada semua jenis, selama perjalanan penyakit baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata.



2.3.8    Pengobatan
Beberapa sulfon khusus (dapsone, DDS) dan rimfapin menekan pertumbuhan M Leprae dan manisfestasi klinis lepra bila diberikan selma beberapa bulan. Resistensi terhadap sulfon mulai timbul terhadap lepra. Berdasarkan alasan tersebut, pengobatan permulaan dengan kombinasi sulfon dan rifampin telah diselidiki. Klofazimin adalah obat oral (100-300 mg/hari) yang digunakan pada penderita lepra yang resisten terhadap sulfon.
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada 1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin pada 1960an dan 1970an.
Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia (WHA) ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada1993 dan merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga akhir 2010.
Pengobatan multiobat masih efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan mudah. jangka waktu pemakaian telah tercantum pada kemasan obat.

         2.3.9    Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengawasan
Ø   Epidemiologi
Penularan penyakit lepra paling munkin terjadi bila anak-anak kecil berkontak selama masa waktu yang lama dengan orang pelepas basil yang berat. Sekret hidung merupakan bahan paling infeksius untuk hubungan keluarga. Masa inkubasi mungkin 2-10 tahun. Tanpa profilaksis, sekitar 10% anak-anak yang terinfeksi dapat emnderita penyakit ini. Pengobatan cenderung untuk mengurangu atau menghilangkan infektivitas penderita. Armadillo yang terinfeksi secara spontan ditemukan di Texas, tetapi mereka tidak berperan terhadap penularan penyakit lepra di Indonesia.
Ø   Pencegahan dan Pengawasan
Identifikasi dan pengobtan penderita lepra merupakan kunci pengawasan. Anak-anak dari orang tua yang terinfeksi diberiak  khemoprofilaksis dan sulfon sampai orang tua tidak infeksius lagi. Bila salah satu dari anggota keluarga mederita lepra lepromatosa, nmaka profilaksis demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluarga tersebut. Vaksinasi BCG secara eksperimen dan vaksin M leprae telah digunakan pula untuk keluarga yang terkontak dan mungkin untuk masyarakat yang terkontak pada daerah endemik.

2.4    Mycobacterium Avium
         2.4.1    Morfologi dan Identifikasi
            Kompleks Mycobacterium avium sering disebut sebagai kompleks MAC atau MAI (Mycobacterium Avium Intracellulare). Organisme initumbuh optimal pada suhu 410 C dan menghasilakan koloni halus, lembut, tidak berpigmen. Organisme tersebut terdapat dimana-mana dalam lingkungan dan telah dibiakkan dari air, tanah, makanan, dan hewan, termasuk burung.
Bakteri Mycobacterium Avium
            Selama 15 tahun pertama epidemic AIDS, kira-kira 25% dan mungkin mencapai 50% pasien yang terinfeksi HIV mengalami bakterimia MAC dan infeksi diseminata selama perjalanan penyakit AIDS. Setelah itu, penggunaan profilaksis azitromisin atau klaritromisin telah sangat menurun insiden infeksi MAC diseminata pada pasien AIDS.

         2.4.2    Patogenesis
            Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium avium adalah umum pada pasien AIDS dan pasien dengan penyakit paru-paru kronis. Bakteri dapat diperoleh baik melalui jalur usus dan rute pernapasan. M. avium mampu menyerang sel epitel mukosa dan pemindahan seluruh mukosa. Bakteri dapat menginfeksi makrofag, mengganggu beberapa fungsi dari sel inang. Pertahanan tuan rumah melawan M. avium terutama tergantung pada CD4 + limfosit T dan sel pembunuh alami. Makrofag aktif dapat menghambat atau membunuh bakteri intraseluler oleh mekanisme yang saat ini diketahui, tetapi M. avium dapat menyerang makrofag istirahat dan menekan aspek kunci dari fungsi mereka dengan memicu pelepasan beta mengubah pertumbuhan faktor dan interleukin 10. Koinfeksi dengan HIV-1 tampaknya saling menguntungkan, dengan kedua organisme berkembang lebih cepat.

         2.4.3    Patologi
            Pajanan lingkungan dapat menyebabkan terjadinya kolonisasi MAC baik pada saluran napas atau saluran cerna. Bakterimia sementara muncul diikuti dengan invasi jaringan. Bakterimia persisten dan dan infiltrasi jaringan yang luas mengakibatkan terjadinya disfungsi organ. Setiap organ dapat terkena. Pada paru-paru sering dijumpai adanya nodul, infintrat difus, kavitas, dan lesi endobronkial. Manifestasi lainnya meliputi perikarditis, abses jaringan lunak, lesi kulit, keterlibatan kelenjar getah bening, infeksi tulang, dan lesi system saraf pusat. Pasien sering mengalami gejala nonspesifik demam, keringat malam, nyeri abdomen, diare dan penurunan berat badan. Diagnosis dibuat dengan membiakkan organism MAC dari darah atau jaringan.

         2.4.4    Gambaran Klinis
            Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan masalah berat lain.
            Gejala ini dapat disebabkan oleh banyak infeksi oportunistik. Jadi, kemungkinan akan dimeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, membutuhkan beberapa minggu. Memang sulit menemukan bakteri MAC, walau kita terinfeksi.
            Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, dokter mungkin mengobati kita seolah-olah kita MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum tetapi sulit didiagnosis.

         2.4.5    Resistensi dan Imunitas
            Organisme MAC secara rutin bersifat resisten terhadap obat anti tuberculosis lini pertama.

         2.4.6    Penyakit yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Avium
Organisme MAC jarang menyebebkan penyakit pada manusia imunokompromais. Walaupun demikian, di Amerika Serikat, infeksi MAC diseminata adalah salah satu infeksi oportunistik bakteri yang paling sering terjadi pada pasien AIDS. Risiko terjadinya infeksi MAC disemimata pada orang yang terinfeksi HIV sangat meningkat ketika hitung limfosit CD4 positif menurun sampai <100/ Ul. Jenis kelamin, ras etnik, dan factor risiko individual untuk infeksi HIV tidak mempengaruhi perkembangan infeksi MAC disemimata, tapi infeksi Pneumonisistis jiroveci sebelumnya, anemia berat, dan interupsi pengobatan antiretrovirus dapat meningkatkan risiko tersebut.

         2.4.7    Pengobatan
            Pengobatan awal dengan klaritromisin maupun azitromisin ditambah dengan etambutol lebih disukai. Obat lain yang mungkin berguna adalah rifabutin (Ansamisin), klofazimin, fluorokuinolon, dan amikasin. Obat-obat multiple sering digunakan dalam bentuk kombinasi. Pengobatan menyebabkan penurunan jumlah organisme MAC dalam darah dan perbaikan gejala klinis. Profilaksis rifabutin menurunkan insidensi bakterimia sebesar 50% dan mengurangi gejala klinis ketika penyebaran penyakit terjadi.
            Bakteri MAC dapat bermutasi (mengubah dirinya) dan mengembangkan resistansi (menjadi kebal) terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya.      Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup (selama jumlah CD4 kita di bawah 100), agar penyakit tidak kembali (kambuh).
Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah:
1.            Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.
2.            Azitromisin: mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
3.            Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus.
4.            Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau             diinfus. Catatan: takaran maksimum 500 mg dua kali sehari.
5.            Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.
6.            Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.
7.            Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat        menyebabkan air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-       oranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat.
         2.4.8    Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
            Bakteri yang menyebabkan MAC sangat umum. Mustahil infeksinya dihindari. Cara terbaik untuk mencegah penyakit MAC adalah memakai terapi antiretroviral (ART). Bahkan jika jumlah CD4 kita sangat rendah, ada obat yang dapat mencegah perkembangan penyakit MAC pada hingga 50% orang.
            Obat antibiotik azitromisin dan klaritromisin dipakai untuk mencegah penyakit MAC. Obat ini dapat diresepkan untuk orang dengan jumlah CD4 di bawah 50.
            ART dapat meningkatkan jumlah CD4. Jika jumlah CD4 naik di atas 100 dan tahan pada tingkat ini selama tiga bulan, berhenti memakai obat pencegahan MAC mungkin aman.

2.5    Mycobacterium Bovis
         2.5.1    Morfologi dan Identifikasi
            Mycobacterium bovis merupakan bakteri Gram-positif, tahan asam, berbentuk batang dan bakteri aerobik dengan suhu hidup optimal pada 37 º C. Bentuk yang paling sering dijumpai akibat infeksi Mycobacterium bovis adalah ekstra pulmonal (SOEJOEDONO, 2004).
Mycobacterium  bovis kekurangan aktivitas kinase piruvat karena mengandung mutasi titik yang mempengaruhi pengikatan Mg2+ kofaktor. Kinase Piruvat mengkatalisis langkah akhir glikolisis, defosforilasi phosphorenolpyruvate ke piruvat. Oleh karena itu dalam Mycobacterium bovis intermediet glikolisis tidak dapat masuk ke dalam metabolisme oksidatif. Meskipun tidak ada penelitian spesifik yang  telah dilakukan, tampaknya bahwa Mycobacterium  bovis harus bergantung pada asam amino atau asam lemak sebagai sumber karbon alternatif untuk metabolisme energi.
Bakteri Mycobacterium Bovis
2.5.2    Patogenesis
            Mycobacterium bovis biasanya ditularkan ke manusia melalui susu yang terinfeksi, meskipun juga dapat menyebar melalui droplet aerosol. Infeksi pada manusia yang sebenarnya jarang terjadi, sebagian besar karena pasteurisasi membunuh bakteri dalam susu yang terinfeksi dan sapi secara acak diuji untuk penyakit ini dan segera dimusnahkan jika terinfeksi, tetapi masih dapat digunakan untuk konsumsi manusia. Namun, di daerah negara berkembang di mana pasteurisasi tidak rutin, Mycobacterium  bovis adalah penyebab yang relatif umum dari TB manusia.
            Bovine TB adalah penyakit menular kronis yang mempengaruhi berbagai host mamalia, termasuk manusia, sapi, rusa, llama, babi, kucing domestik, karnivora liar (rubah, anjing hutan) dan omnivora (possum, Mustelid dan hewan pengerat); jarang mempengaruhi equids atau domba. Penyakit ini dapat ditularkan melalui beberapa cara;. misalnya, luak mengeluarkan Mycobacterium  bovis dihembuskan di udara, sputum, urin, feses dan nanah, sehingga penyakit dapat ditularkan melalui kontak langsung, berhubungan dengan kotoran dari hewan yang terinfeksi, atau inhalasi aerosol, tergantung pada spesies yang terlibat.
2.5.3    Patologi
            Patologi Mycobacterium bovis mirip dengan Mycobacterium  tuberculosis pada manusia, menyebabkan kelemahan kronis, batuk, dan selanjutnya menyebar ke organ lain.  Dalam sapi dari mana Mycobacterium bovis diisolasi menderita lesi nekrotik di paru-paru dan bronchomediastinal kelenjar getah bening. Sapi yang terinfeksi menghasilkan mastitis mikobakteri menyebabkan penumpahan bakteri ke dalam susu yang menyebabkan penularan pada manusia melalui saluran pencernaan jika susu yang tertelan tidak dipasteurisasi dan juga melalui saluran pernafasan secara aerosol.

2.5.4    Gambaran Klinis
            Gambaran klinis umum penderita TB adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai antara lain : dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
   Namun, Infeksi M. bovis pada manusia, menimbulkan gejala klinik yang sama dengan tuberkulosis yang disebabkan oleh M. tuberculosis, dan gejalanya sulit dibedakan diantara kedua penyebab tersebut.
2.5.5    Uji Laboratorium Diagnostik
            Mycobacterium bovis termasuk dalam bakteri tahan asam, sehingga dapat dilakukan uji laboratorium dengan pewarnaan Ziehl Neelson. Pengujian bakteri ini juga dapat dilakukan dengan uji tuberkulin dan tes niacin
a)            Pewarnaan Ziehl Neelson
         Pewarnaan Ziehl Neelson terdapat beberapa perlakuan dan zat kimia yang diberikan. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tetapi tidak mengubah struktur sel bakteri. Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades mengalir bertujuan untuk menutup kembali lemaknya (Pelczar dan Chan, 1986).
         Prosedur pewarnaan Ziehl Neelson yaitu dengan memberi larutan pewarna carbol fuchsin, alkohol asam, dan methylen blue. Hasil yang diperoleh saat praktikum yaitu positif 1 dan positif 2 yang dilaporkan secara kuantitatif menurut IUAT, yaitu:
Negatif: apabila tidak ditemukan BTA.
Positif: apabila terdapat 1 – 9 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 1: apabila terdapat 10 – 90 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 2: apabila terdapat 1 – 9 BTA / 1 lapang pandang.
Positif 3: apabila terdapat > 10 BTA / 1 lapang pandang.
         Tujuan pemberian carbol fuchsin 0,3% adalah untuk mewarnai seluruh sel bakteri. Tujuan pemberian alkohol asam 3% adalah meluruhkan warna dari carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian alkohol asam 0,3% karena memiliki lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan warna merah akibat pemberian carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan pemberian methylen blue adalah memberi warna background (Pelczar dan Chan, 1986).
         Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam untuk memilahkan antara kelompok bakteri tahan asam dan bakteri yang tidak tahan asam. Kelompok bakteri tahan asam dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan alkohol asam. Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat akan melakukan fuksin karbol dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan cat warna kedua bakteri tidak tahan asam berwarna biru.
b)           Uji Tuberkulin
         Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
         Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

1.
Pembengkakan (Indurasi)
:
0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis: tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.
2.
Pembengkakan (Indurasi)
:
3–9mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.
3.
Pembengkakan (Indurasi)
:
≥ 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis: sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.
c)            Tes Niacin
         Tes Niacin positif bila tes memberikan warna kuning dan negatif bila tidak berwarna. Cara melakukan tes Niacin yaitu :
a.        Tuangkan 2 ml air mendidih pada kultur yang pertumbuhannya telah             cukup (lebih dari 100 koloni).
b.       Biarkan tabung reaksi pada posisi miring selama 10 menit.
c.        Sediakan 2 tabung reaksi dan masing- masing diisi oleh 0,2 ml dengan           cairan ekstrak yang berbentuk tadi kemudian tambahkan 0,1 ml Aniline           -Etanol 4% pada kedua tabung tersebut.
d.       Pada salah satu tabung tambahkan 0,1 ml Cyanogen Bromide 10%, lalu         campur pelan-pelan, bila terlihat warna kuning emas berarti reaksi tes           Niacin positif ( Adanya M.Tuberkulosis).
e.        Tabung lain sebagai kontrol.
2.5.6    Resistensi dan Imunitas
     Berikut ini adalah resistensi Mycobacterium bovis.
v  Tahan terhadap keadaan luar karena kuman dilapisi lilin.
v  Tidak tahan terhadap sinar matahari dalam beberapa menit.
v  Tidak tahan tehadap Desinfektan (kreosol 2-3%), mati dalam      beberapa menit.
v  Dalam laboratorium yang dijaga kekeringannya tahan sampai      dengan 9 bulan.
            Meskipun antibodi diproduksi dalam tuberculosis, imunitas disebabkan (Cell Mediated Immunity) CMI. Vaksin yang pertama digunakan adalah vaksin BCG yang merupakan Mycobacterium bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan menumbuhkannya pada biakan kentang-gliserin dengan pemindahan berulang kali. Hipersensitivitas terhadap tuberkulin menunjukan resisten terhadap tuberkulin. Reaksi ini terkadang bersifat negative bila tingkat infeksinya parah ataupun bila terdapat kelemahan pada CMI.

2.5.7    Penyakit yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Bovis
            Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis adalah TB yang sama dengan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan hewan, khususnya pada sapi. Penyakit pada sapi yang terinfeksi bakteri ini disebut tuberkulosis sapi .Manusia dapat tertular tuberkulosis sapi melalui tiga cara yaitu: penularan secara aerosol menghirup udara yang terkontaminasi bakteri M. bovis dari lingkungan hewan penderita tuberkulosis (infected environment), penularan secara oral meminum susu dari hewan tertular tuberkulosis (infected) yang tidak dipasteurisasi atau makan daging hewan dari ternak penderita tuberkulosis yang tidak dimasak sempurna dan tertular dari profesi pekerjaannya bidang produksi ternak atau melakukan prosesing produk ternak.
2.5.8    Pengobatan
            Pengobatan akibat bakteri ini sama dengan pengobatan yang diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia.
            Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya.
            Adapun obat-obatan yang dapat diberikan tetapi, Mycobacterium bovis adalah bawaan resisten terhadap pirazinamid, sehingga menjadi pengobatan standar yang dapat diberikan dengan isoniazid dan rifampisin selama 9 bulan bagi penderita TB.

2.5.9    Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
            Penyakit ini ditemukan pada sapi di seluruh dunia, tetapi beberapa negara telah mampu mengurangi atau membatasi timbulnya penyakit melalui proses pengujian dan pemusnahan ternak. Sebagian besar dari Eropa dan beberapa negara Karibia (termasuk Kuba) yang hampir bebas dari Mycobacterium bovis. Australia secara resmi bebas dari penyakit ini sejak program BTEC sukses, tetapi infeksi sisa mungkin ada di kerbau liar di bagian-bagian yang terisolasi dari Northern Territory. Di Kanada, ada yang terpengaruh rusa liar dan Rusa ekor putih dan sekitar Mountain National Park di Manitoba. Untuk meningkatkan kontrol dan menghilangkan TB sapi, Badan Makanan Kanada Pemeriksaan (CFIA) telah dibagi menjadi dua daerah Manitoba manajemen: RMEA, daerah di mana penyakit ditemukan dan Manitoba TB Pemberantasan Area (MTEA ), sisa provinsi luar RMEA mana penyakit belum ditemukan. Penyakit ini juga telah ditemukan pada kerbau liar di Afrika Selatan.
Mycobacterium bovis dapat ditularkan dari manusia ke manusia, ada wabah di Birmingham, Inggris pada tahun 2004  dan dari manusia ke hewan ternak, tetapi kejadian seperti itu jarang.















BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan
         Bakteri tahan asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium, avium, Nocandia meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae.
         Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna.

3.2        Saran
         Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang bakteri tahan asam dari spesies Mycobacterium.












DAFTAR PUSTAKA

u Brookks, Geo.F, DKK.2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika
u http://childrengrowup.wordpress.com/2012/04/05/gejala-dan-pencegahan-  penyakit-lepra/
u http://en.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_bovis
u http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
u http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6302/1/patologi-lisdine.pdf
u http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=ppt%20batang%20gram%20positif%20tidak%20berspora&source=web&cd=7&ved=0CE0QFjAG&url=http%3A%2F%2Fpharzone.com%2Fmateri%2520kuliah%2Fmikrob%2Fkelompok%252010.ppt&ei=rB-dT5j1JIWHrAej1d1k&usg=AFQjCNHYgA5-eyLJm9gopepPv2WmsW3rYA&cad=rja
u http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
u Jawetz, E, Melnick dan E.A Adelberg. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Jakarta: EGC




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar