BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bakteri tahan asam (BTA) merupakan
bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8 -
95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam
lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Bakteri
yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose, Mycobacterium bovis,
Mycobacterium leprae, Mycobacterium, avium, Nocandia meningitidis, dan Nocandia
gonorrhoeae. Mycobacterium tuberculose adalah bakteri patogen yang dapat
menyebabkan penyakit tuberculose, dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan
sebagai bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculose terjadi
melalui jalan pernafasan (Syahrurachman, 1994).
Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan
tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan bakteri
lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat
mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan
pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada
bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan
melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak
berwarna (Lay, 1994).
Uji bakteri tahan asam (BTA) pada
praktikum kali ini menggunakan prosedur pewarnaan Ziehl Neelson yaitu dengan
memberi larutan pewarna carbol fuchsin, alkohol asam, dan methylen blue. Hasil
yang diperoleh saat praktikum yaitu positif 1 dan positif 2 yang dilaporkan
secara kuantitatif menurut IUAT, yaitu:
Negatif : apabila tidak ditemukan BTA.
Positif : apabila terdapat 1 – 9 BTA / 100 lapang
pandang.
Positif 1 : apabila terdapat 10 – 90 BTA / 100 lapang pandang.
Positif 2 : apabila terdapat 1 – 9 BTA / 1 lapang pandang.
Positif 3 : apabila terdapat > 10 BTA / 1 lapang pandang.
Tujuan pemberian carbol fuchsin 0,3%
adalah untuk mewarnai seluruh sel bakteri. Tujuan pemberian alkohol asam 3%
adalah meluruhkan warna dari carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak
terpengaruh pemberian alkohol asam 0,3% karena memiliki lapisan lipid yang
sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan
warna merah akibat pemberian carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan pemberian
methylen blue adalah memberi warna background (Pelczar dan Chan, 1986).
Mewarnai bakteri yang tahan terhadap asam digunakan cara pewarnaan Ziehl
Neelson. Pewarnaan Ziehl Neelson terdapat beberapa perlakuan dan zat kimia yang
diberikan. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tetapi tidak mengubah
struktur sel bakteri. Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades mengalir
bertujuan untuk menutup kembali lemaknya (Pelczar dan Chan, 1986).
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah bakteri tahan asam
itu?
2.
Spesies-spesies apa yang
patogen pada manusia?
3.
Bagaimanakah morfologi dan identifikasi bakteri-bakteri tahan asam?
4.
Bagaimana pathogenesis dari bakteri-bakteri tahan asam?
5.
Bagaimana patologi dari bakteri-bakteri tahan
asam?
6.
Bagaimana gambaran klinis dari bakteri-bakteri tahan asam?
7.
Bagaimana uji laboratorium diagnostic dari bakteri-bakteri tahan asam?
8.
Bagaimana resistensi dan imunitas dari bakteri-bakteri tahan asam?
9.
Bagaimana pengobatan dari bakteri-bakteri tahan
asam?
10. Bagaimana epidemiologi, pencegahan, dan
pengendalian dari bakteri- bakteri tahan asam?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui bakteri
tahan asam.
2.
Untuk mengetahui
spesies-spesies yang patogen pada manusia.
3.
Untuk mengetahui morfologi dan identifikasi bakteri-bakteri tahan asam.
4.
Mengetahui pathogenesis dari bakteri-bakteri tahan asam.
5.
Mengetahui patologi dari bakteri-bakteri tahan
asam.
6.
Mengetahui gambaran klinis dari bakteri-bakteri tahan asam.
7.
Mengetahui uji laboratorium diagnostic dari bakteri-bakteri tahan asam.
8.
Mengetahui resistensi dan imunitas dari bakteri-bakteri tahan asam.
9.
Mengetahui pengobatan dari bakteri-bakteri tahan asam.
10. Mengetahui epidemiologi, pencegahan, dan
pengendalian dari bakteri- bakteri tahan asam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mycobacterium
Mikobakteria adalah kuman
aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan tidak mudah diwarnai tetapi
jika telah diwarnai tahan dekolorisasi oleh asam atau alkohol dan karena itu
dinamakan basil ”basil tahan asam” (BTA). Selain banyak bentuk saprofit,
terdapat juga golongan organisme patogen yang menyebabkan penyakit menahun
dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksiosa.
Bakteri ini memiliki ciri-ciri berantai karbon (C) yang panjangnya
8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan
asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding
sel. Bakteri ini ada 41 spesies yang
telah diakui oleh ICSB (International Committee on Systematic Bacteriology)
yang sebagaian besar sudah saprofit dan sebagaian kecil lainnya patogen untuk
manusia diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leparae dan
lain-lainnya yang dapat menyebabkan infeksi kronik. Golongan saprofit dikenal
juga dengan nama atipik (Syahrurachman, 1994).
Bakteri ini membutuhkan bahan tambahan makanan seperti darah egg
yolk, serum dan sel yang tebal yang terdiri dari asam lemak mivolet untuk
pertumbuhannya. Mycobacterium tuberculose merupakan bakteri gram positif (+),
batang sedikit bengkok, panjang atau pendek, tidak berspora, tidak berkapsul,
pertumbuhan sangat lambat 2 - 8 minggu, suhu optimal 37 - 38oC.
Mycobacterium tahan terhadap
asam dan alkali dibanding dengan kuman lain sehingga apabila bahan spesimen
mengandung kuman lain dapat dibunuh dengan mudah sehingga spesimen menjadi
lebih murni (Staff pengajar FKUI, 1994). Mycobacterium tuberculose terdapat pada manusia yang mengidap
penyakit TBC dan penularannya terjadi melalui jalan pernafasan.
2.2
Mycobacterium
Tuberkulosa
2.2.1 Morfologi dan
Identifikasi
A. Ciri-ciri khas
Organisme: Dalam jaringan binatang, asil tuberkel,
merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 × 3 µm. Pada perbenihan
buatan, terlihat bentuk kokus dan filamen. Mikobakteria tidak dapat
diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram negatif. Sekali diwarnai dengan
zat warna basa warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol, meskipun telah diberikan yodium. Basil
tuberkel yang sebenarnya, ditandai oleh sifat “tahan asam”, misalnya,
95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam alkohol) dengan
cepat menghilangkan warna semua kuman kecuali mikobacteria. Sifat tahan asam
ini tergantung pada integritas struktur selubung berlilin. Teknik pewarnaan
Ziehl-Neelsen digunakan untuk identifikasi kuman tahan asam. Pada dahak atau
potongan jaringan, mikobakteria dapat diperlihatkan dengan flouresensi
kuning-jingga setelah diwarnai degan zat warna flourokhrom(auramin,radamin).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa
B. Biakan: digunakan 3 jenis perbenihan.
1)
Perbenihan sintetik
sederhana-inokula yang besar tumbuh pada
perbenihan sintetik sederhana dalam beberapa minggu. Inokula kecil tidak dapat
tumbuh dalam perbenihan karena adanya asam-asam lemak toksik dalam jumlah
sedikit. Efek toksik asam-asam lemak dapat dinetralkan oleh serum binatang atau
albumin. Arang aktif membantu pertumbuhan.
2)
Perbenihan asam oleat-albumin membantu
proliferasi inokula kecil, khususnya bila terdapat tweens (ester-ester asam
lemak yang larut dalam air, misalnya, perbenihan dubos). Biasanya mikobakteria tumbuh
berkelompok sebab sifat hidrofobik permukaan selnya. Tweens membasahi permukaan
dan memungkinkan pertumbuhan yang menyebar dalam perbenihan cair.
Pertumbuhannya sering lebihcepat daripada perbenihan kompleks.
3)
Perbenihan organik kompleks-Inokula
kecil, misalnya, bahan-bahan dari penderita, biasanya tumbuh pada perbenihan
yang mengandung zat-zat organik kompleks, misalnya kuning telur, serum
binatang, ekstrak jaringan. Perbenihan sering mengandung penisilin atau hijau malakhit
untuk menghambat kuman lain.
C. Sifat-sifat Pertumbuhan: Mikobakteria adalah aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Kenaikan tekanan CO₂ memperbesar pertumbuhan. Aktivitas
biokimia tidak khas, dan laju
pertumbuhan lebih lambat daripada kebanyakan kuman.
Waktu pergandaan baasil tuberkel adalah 18 jam. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,
berproliferasi dengan baik pada 22˚C, menghasilkan
lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam daripada bentuk yang patogen.
D. Reaksi terhadap
Faktor-faktor Fisik dan Kimia: Mikobakteria
cenderung lebih resisten terhadap
faktor kimia daripada kuman lainnya, sebab
sifat hidrofobik permukaan sel dan pertumbuhannya yang bergerombol. Zat-zat warna (misalnya hijau malakhit) atau
faktor antijasad renik (misalnya
penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap kuman lain dapat dimasukkan ke dalam perbenihan
tanpa menghambat pertumbuhan basil tuberkel. Asam
dan alkai memungkinkan sebagian basil tuberkel yang
terkena tetap hidup dan dipergunakan untuk “konsentrasi” bahan pemeriksaan dari klinik dan
membunuh sebagian organisme yang mengkontaminasi.
Basil tuberkel cukup resisiten terhadap pengeringan dan dapat hidup lama dalam dahak yang kering.
E. Variasi: Variasi dapat
terjadi pada bentuk koloni, pembentukan pigmen, produksi
faktor “cord”, virulensi, suhu pertumbuhan optimal dan sifat-sifat seluler atau pertumbuhan lainnya.
F. Patogenisitas: Terdapat perbedaan yang jelas tentang kemampuan berbagai mikobakteria untuk menyebabkan
lesi pada berbagai spesies tuan rumah.
M tuberculosis dan M bovis sama-sama patogenik terhadap manusia. Perjalanan infeksi (melalui
saluran pernafasan dibandingkan melalui
saluran percernaan) menentukan pola lesi. Pada negara berkembang, M bovis
sangat jarang. Beberapa mikobakterium “atipik” (misalnya m. kansasii) menyebabkan penyakit manusia yang tidak dapat
dibedakan dari tuberkulosis; kuman
lain (misalnya, mikobacterium fortuitum) hanya menyebabkan lesi
permukaan atau berperan sebagai oportunis.
G. Unsur-Unsur Tuberkel
Unsur-unsur ini terutama ditemukan dalam
dinding sel. Dinding sel mikobakteri dapat merangsang hipersensitivitas jenis
lambat, merangsang suatu kekebalan terhadap infeksi, dan mengganti seluruh sel
mikobakteria dalam adjuvan Freud. Isi sel miobakteria hanya menimbulkan reaksi
hipersensitivitas jenis lambat pada binatang yang sebelumnya telah disentisi.
Unsur tersebut antara lain:
Ø Lipid: Mikobakteria kaya akan lipid. Banyak lipid kompleks, asam lemak
dan lilin telah diisolasi dari kuman ini. Dalam sel, lipid sebagian besar
terikat pada protein dan polisakharida. Lipid mungkin bertanggungjawab untuk
sebagian besar reaksi-reaksi seluler jaringan terhadap basil tuberkel.
2.2.2
Patogenesis
Mikobakteria
tidak menghasilkan toksin yang dikenal. Organisme dalam tetesan dari 1-5 µm
terhirup dan mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetap dan
berproliferasinya organisme virulen dan adanya interaksi dengan tuan rumah.
Basil tidak virulen yang disuntikkan (misalnya, BCG) hanya dapat hidup selama
beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan
hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
2.2.3 Patologi
Pembentukan
dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresinya terutama
ditentukan oleh jumlah mikobakteria dalam inokulum dan perkembangbiakannya
selanjutnya, dan resistensi dan hipersensitivitas hospes.
A.
Dua Lesi Utama
1.
Tipe eksudatif— ini terdiri dari
reaksi peradangan
akut, dengan cairan oedema. Leukosit polimorfanoklir, dan kemudian monosit sekitar basil
tuberkel. Tipe ini terutama terlihat dalam jaringan paru-paru, dimana lesi ini
mirip pneumonia bakterial. Tipe ini dapat sembuh dengan resolusi, sehingga seluruh eksudat
di absorpsi; ini dapat mengakibatkan nekrosis masif dari jaringan; atau dapat
berkembang menjadi lesi tipe kedua (produktif). Selama fase
eksudatif, tes tuberkulin positif.
2.
Tipe produktif—Bila berkembang
maksimal, lesi ini, suatu granuloma menahun, akan terdiri dari 3 daerah: (1)
daerah sentral yang luas, sel raksasa berinti banyak yang mengandung basil
tuberkel; (2) daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat, sering
tersusun secara radial; dan daerah perifer yang terdiri dari fibroblas,
limfosit, dan monosit. Kemudian terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah
sentral mengalami nekrosis kaseosa. Lesi demikian dinamakan tuberkel. Tuberkel
kaseosa dapat pecah ke dalam bronkhus, mengosongkan isinya disini, dan
membentuk kaverne. Selanjutnya lesi ini dapat sembuh oleh fibrosis atau
kalsifikasi.
B.
Penyebaran Organisme
dalam Hospes: Basil tuberkel menyebar
dalam hospes melalui penyebaran langsung, melalui pembuluh getah bening dan
aliran darah, dan melalui bronkhi dan saluran pencernaan.
Pada infeksi pertama, basil tuberkel
selalu menyebar dari tempat asalnya melalui kelenjar getah bening ke kelenjar
getah bening regional. Basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran
darah, yang selanjutnya menyebarkan basil ke seluruh organ tubuh (penyebaran
milier). Aliran darah dapat juga di invasi oleh erosi vena karena tuberkel
kaseosa atau kelenjar getah bening. Bila lesi kaseosa mengeluarkan isinya ke
dalam bronkhus, isi ini di aspirasi dan disebarkan ke bagian paru-paru lainnya
atau tertelan dan masuk ke dalam lambung dan usus.
C.
Tempat Pertumbuhan Intraseluler. Sekali
mikobakteria menetap dalam jaringan, kuman ini terutama akan tinggal dalam
intraseluler dalam monosit, sel-sel retikoendotelial, dan sel-sel raksasa.
Lokalisasi intraseluler adalah salah satu sifat kuman yang menyebabkan
khemoterapi sulit dan membantu menetapnya mikroorganisme. Dalam sel binatang
yang kebal, pembiakan basil tuberkel sangat terhambat.
2.2.4 Gambaran Klinis
Karena basil tuberkel dapat manyerang setiap organ tubuh,
manifestasi kliniknya dapat berubah-ubah. Kelelahan, lemah, berat badan turun,
dan demam merupakan tanda-tanda penyakit tuberkulosis. Serangan pada paru-paru
menimbulkan batuk menahun dan batuk berdarah biasanya dihubungkan dengan lesi
yang telah lanjut. Meningitis atau gangguan saluran air kemih dapat terjadi
tanpa ada gejala-gejala tuberkulosis lainnya. Penyebaran melalui darah
mengakibatkan tuberkulosis milier dengan lesi-lesi pada berbagai organ dan angka
kematian yang tinggi.
2.2.5 Uji Laboratorium
Diagnostik
Baik tes tuberkulin maupun tes serologik yang sekarang tersedia
tidak dapat memberikan bukti penyakit aktif akibat basil tuberkel. Hanya
isolasi basil tuberkel yang memberikan bukti untuk ini.
Bahan pemeriksaan terdiri dari dahak
segar, bilasan lambung, air kemih, cairan pleura, cairan sendi, cairan spinal,
bahan biopsi, atau bahan tersangka lainnya.
A.
Sediaan Mikroskopik yang Diwarnai: dahak, atau sedimen sediaan lambung, air kemih, eksudat, atau
bahan lainnya diwarnai tahan asam dengan teknik Ziehl-Neelsen, dengan cara yang
dapat dipersamakan, atau dengan mikroskopi fluoresensi dengan zat warna
auramin-rodamin. Bila organisme demikian ditemukan, dianggap bukti adanya
injeksi mikobakteria.
B.
Konsentrasi untuk Sediaan Mikroskopik yang Diwarnai: Bila sediaan mikroskopik langsung negatif, dahak dapat dicairkan
dengan menambah “clorox” 20% (larutan hipoklorit 1%), dipusingkan, dan sedimen
diwarnai dan diperiksa secara mikroskopik. Bahan yang telah diolah ini tidak
baik untuk di biakkan.
C.
Biakan: air kemih, cairan spinal,
dan bahan-bahan yang tidak terkontaminasi kuman lain dapat dibiak secara
langsung. Dahak mula-mula diberi natrium hidroksida 2% atau zat-zat
bakterisidal lainnya terhadap mikroorganisme kontaminan tetapi kurang
bakterisidal terhadap basil tuberkel. Dahak yang telah dicairkan kemudian di
netralisasi dan dipusingkan dan sedimen diinokulosikan ke dalam perbenihan yang
cocok. Pengeraman perbenihan yang diinokulasi diteruskan sampai 8 minggu.
Mikobakteria yang
terisolasi harus dikenali dan di tes terhadap kepekaan terhadap obat.
D.
Inokulsai Binatang: Sebagian
bahan biakan dapat diinokulasikan secara subkutan pada marmot, yang
tuberkulinya telah diperiksa setelah 3-4 minggu dan dilakukan otopsi
setelah 6 minggu untuk mencari bukti tuberkulosis. Cara ini sekarang jarang
dilakukan, karena cara pembiakan lebih sensitif.
E.
Serologi: Tidak diketahui tes
serologi yang berguna untuk diagnosa.
2.2.6
Resistensi dan Imunitas
Bila tuan rumah tidak mati waktu infeksi pertama dengan basil
tuberkel, suatu kekebalan tertentu akan diperoleh, dan terdapat kenaikan
kemampuan untuk membatasi basil tuberkel, menghambat pembiakannya, membatasi penyebarannya, dan
mengurangi penyebarannya dalam saluran getah bening. Ini sebagian besar dapat
dihubungkan dengan kemampuan sel-sel mononuklir untuk membatasi pembiakan
organisme yang termakan dan mungkin menghancurkannya. Sel-sel mononuklir
memperoleh “kekebalan seluler” ini selama permulaan infeksi tuan rumah.
Terbentuk antibodi terhadap berbagai unsur seluler basil tuberkel.
Antibodi dapat ditetapkan dengan tes presipitasi tes ikatan komlemen reaksi
hemaglutinasi pasif dan tes ELISA (“enzyme linked immunosorbent assay”). Tidak
ada satupun reaksi serologik ini mempunyai hubungan langsung dengan tingkat
resistensi tuan rumah.
Selama infeksi primer, tuan rumah juga mendapatkan
hipersensitivitas terhadap basil tuberkel. Ini dibuktikan dengan timbulnya reaksi
tuberkulin positif. Kepekaan terhadap tuberkulin dapat ditimbulkan oleh seluruh
basil tuberkel atau oleh tuberkulo protein dalam campuran dengan lilin basil tuberkel yang dapat
dilarutkan khloroform, tetapi tidak oleh tuberkulo protein
sendiri. Hipersensitivitas dan resisitensi tampaknya merupakan aspek yang
berbeda dengan reaksi-reaksi perantara sel yang ada hubungan satu sama lain.
2.2.7
Penyakit yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Tuberkulosa
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
mikobakterium tuberkulosa ini. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal
sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup
bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya lesi
tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka
di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan
dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur. Penularannya terjadi melalui jalan pernafasan, tetapi spesies
Mycobacterium bovis biasanya terdapat pada lembu dan dapat ditemukan pula pada
manusia di usus (Syahrurachman, 1994).
2.2.8 Pengobatan
Istirahat fisik dan mental, gizi diperbaiki dan berbagai bentuk terapi membuat
paru-paru kolaps telah lama dipakai tetapi telah diganti dengan kemoterapi
spesifik. Obat-obat anti tuberkulosis yang paling banyak digunakan saat ini
adalah isoniazid (INH), etambutol, rifampin, dan streptomisin. Sayang sekali,
varian-varian basil tuberkel yang resisten terhadap masing-masing obat tersebut meningkat dengan
cepat. Pengobatan paling berhasil bila obat-obat diberikan bersama-sama
(misalnya, INH + rifampin; INH + etambutol; dan sebagainya), sehingga
memperlambat timbulnya bentuk-bentuk yang resisten. Kadang-kadang, infeksi
terjadi dengan basil tuberkel yang resisten terhadap satu atau lebih obat. (Di
AS, 3-8% infeksi primer disebabkan oleh M tuberkulosis yang resisten terhadap
INH. Di Asia, perbandingannya lebih besar. Ini mempengaruhi pengobatan imigran
orang Asia ke Amerika Serikat). Obat-obat lain (misalnya, etionamida,
pirazinamida, viomisin, sikloserin) lebih jarang dipergunakan sebab efek
sampingnya lebih menonjol. Adanya obat-obat khemoterapetika mengakibatkan
penekanan aktivitas tuberkulosis dan pemberantasan sebaguan besar basil
tuberkel. Penyembuhan klinik biasanya dapat dicapai dalam 6-12 bulan.
Faktor-faktor tuan rumah penting pada pengawasan organisme yang tersisa. Penderita dengan dahak
positif menjadi tidak infektif dalam 2-3 minggu setelah dimulai khemoterapi
yang efektif.
Penjelasan berikut telah dikemukakan untuk menerangkan
kekhususan resistensi tuberkulosis menahunterhadap khemoterapi:
1.
Kebanyakan basil bersifat
intraseluler.
2.
Bahan perkejuan pada lesi,
walaupun itu sendiri
melawan proliferasi kuman, bahan tersebut mengganggu kerja obat.
3.
Pada lesi-lesi menahun basil
tuberkel tidak berproliferasi, kuman “bertahan” dan tidak aktif secara
metabolik, sehingga tidak rentan terhadap daya kerja obat.
\
Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post
Primer dan Perjalanan Penyembuhannya
2.2.9
Epidemiologi, Pencegahan, dan
Pengendalian
Ø Epidemiologi
Sumber
infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresi basil tuberkel
dalam jumlah besar, terutama dari saluran nafas. Kontak yang rapat (misalnya
dalam keluarga) dan kontak secara masif (misalnya tenaga kesehatan) menyebabkan
penularan melalui inti droplet kemungkinan yang paling bisa terjadi. Susu sapi
yang menderita tuberkulosis bovis tidak diawasi dengan baik dan susu tidak di pasteurisasi.
Kepekaan
terhadap tuberkulosis adalah suatu akibat dari 2 kemungkinan: resiko memperoleh
infeksi dan resiko menimbulkan penyakit setelah terjadi infeksi. Bagi orang dengan
tes tuberkulin negatif, kemungkinan memperoleh basil tuberkel tergantung pada
kontak dengan sumber-sumber basil yang dapat menimbulkan infeksi terutama dari
penderita dengan dahak positif. Risiko ini sebanding dengan laju infeksi aktif
pada penduduk, kepadatan, keadaan sosial ekonomi yang merugikan, dan
pemeliharaan kesehatan yang kurang. Faktor-faktor ini, dan bukan faktor
genetik, mungkin penyebab lebih tingginya angka tuberkulosis yang bermakna pada
orang Indian, Eskimo, dan Negro Amerika.
Risiko kedua berkembagnya penyakit secara klinik setelah
infeksi mempunyai komponen genetik (terbukti pada binatang dan di duga pada
orang Negro Amerika dengan insiden penyakit lebih tinggi pada mereka yang
memiliki antigen HLA-Bw 15 histokompatibilitas). Ini dipengaruhi oleh umur
(risiko tinggi pada bayi baru lahir dan usia 16-21 bulan), oleh
kekurangan gizi, dan oleh keadaan status imunologik, penyakit-penyakit yang
menyertainya (misalnya, silikosis, diabetes), dan faktor-faktor resistensi
hospes atau tuan rumah masing-masing.
Di
kota, infeksi terjadi pada usia yang lebih muda daripada infeksi yang terjadi
pada penduduk desa. Penyakit hanya terjadi pada sebagian kecil individu yang
terinfeksi. Pada saat ini di Amerika Serikat penyakit aktif terutama
menggambarkan reaktivasi endogen tuberkulosis dan paling sering terdapat pada
laki-laki yang berusia tua yang kurang gizi atau laki-laki miskin pecandu
alkohol.
Ø Pencegahan dan
Pengendalian
1.
Tindakan kesehatan
masyarakat dengan tujuan mengetahui kasus dan sumber infeksi sedini mungkin
(tes tuberkulin, sinar-x) dan untuk pengobatan yang tepat sampai tidak dapat
menimbulkan infeksi.
2.
Pemberantasan tuberkulosis
pada ternak (“tes dan pembunuhan”) dan pasteurisasi susu.
3.
Pengobatan “converters” tuberkulin
tanpa gejala-gejala pada golongan umru yang lebih mudah mendapat komplikasi
(misalnya anak-anak) dan pada orang-orang dengan tuberkulin positif yang harus
menerima obat penekan reaksi imun.
4.
Imunisasi: Berbagai basil
tuberkel hidup yang tidak virulen, khususnya BCG (bacille Calmette Gueri,
organisme bovin yang dilemahkan), digunakan untuk merangsang suatu resistensi
tertentu pada orang yang sangat erat berhubungan dengan penderita TBC.
Vaksinasi dengan organisme ini adalah pengganti infeksi primer dengan basil
tuberkel virulen. Vaksin yang tersedia belummemnuhi persyaratan secukupnya
dipandang dari berbagai sudut teknik dan biologik. Kendatipun demikian, dalam
tahun 1980 di London, kebanyakan anak usia 12 tahun dan tuberkulin negatif,
diberikan BCG. Di Swedia, kebanyakan anak usia 1 tahun mendapatkan BCG. Di AS,
pemakaian BCG hanya dianjurkan pada orang bertuberkulin negatif yang sering
mengadakan kontak dengan penderita TBC. Bukti statistik menunjukkan bahwa ada
peningkatan resistensi selama waktu tertentu setelah vaksinasi BCG. Kemingkinan
nilai imunisasi dari fraksi kuman yang tidak hidup masih dalam penyelidikan.
5.
Resistensi tuan rumah:
Faktor-faktor tidak spesifik dapat mengurangi resistensi tuan rumah, ini
mempermudah perubahan infeksi asimptomatik menjadi penyakit di antara
“aktivator-aktivator tuberkulosis ini adalah kelaparan, gastrektomi, dan
pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau obat-obatan imuno supresif.penderita
seperti ini dapat menerima INH “profilaksis”.
2.3
Mycobacterium Leprae
Meskipun
organisme ini telah dilukiskan oleh Hensen pada tahun 1873, kuman ini tidak
dapat dibiakkan pada pembenihan bakteriologik yang tidak hidup. Kuman ini
menimbulkan penyakit lepra. Terdapat lebih dari 1 juta kasus lepra, terutama di
Asia.
Ciri-cirinya
adalah basil tahan asam tunggal, dalam nerkas sejajar, atau dalam masa
berbentuk bola secara tetap ditemukan dalam sediaan mikroskopis atau kerokan
kulit atau selaput lendir (terutama septum nasi) pada lepra lepromatosa. Basil
sering ditemukan dalam sel-sel endotel pembuluh darah atau dalam sel-sel
mononuklir. Organisme tidak tumbuh pada pembenihan buatan. Bila basil dari
manusia penderita lepra (jaringa dasar : kerokan hidung) diinokulasikan ke
dalam telapak kaki mencit, timbul lesi granulomatosa ringan dengan pembiakkan
basil yang terbatas. Armadillo yang diinokulasikan akan menderita lepra
granulomatosa yang luas, dan armadillo yang terinfeksi dengan lepra secara
spontan pernah ditemukan di Texas. M Leprae dari Armadillo atau jaringan
manusia yang mengandung yang khas, mungkin suatu enzim yang khas dari
lepra.
2.3.1 Morfologi
dan Identifikasi
A. Bentuk:
M. leprae berbentuk
batang lurus atau sedikit bengkok, berukuran 1-8 X 0,2-0,5 mikron. Tahan asam,
tetapi dibandingkan dengan M.
tuberculosis lebih lemah. Dengan pengecatan Ziehl-Neelsen basil lepra
tampak satu-satu atau umumnya bergerombol karena diikat oleh suatu glia (zat
semacam lipid) dan ini membentuk bangunan yang khan. Bentuk itu ada yang
disebut globus. Dalam bentuk ini basil lepra tersusun sejajar, keseluruhannya
membentuk semacam bola. Bentuk lain disebut bentuk cerutu. Basil-basil lepra
tersusun sejajar, tetapi bentuk keseluruhannya menyerupai cerutu.
Bakteri Mycrobacterium Leprae
B. Penanaman:
Sampai
saat ini belum ada suatu jenis medium, baik medium buatan maupun biakan
jaringan, yang dapat dipergunakan untuk pembiakan basil lepra. Penanaman pada
binatang percobaan yang telah berhasil dan dijadikan standar adalah inokulasi
pada telapak kaki mencit dan dipertahankan pada suhu 20°C. Binatang lain yang
jugs peka terhadap basil lepra adalah suatu jenis dari armadillo.
C. Pertumbuhan
Khusus:
Penanaman pada binatang percobaan menunjukkan bahwa basil lepra mempunyai waktu
generasi cukup panjang, yaitu antara 12 hari sampai 42 hari, dibanding dengan
14 jam pada basil tbc atau 20 menit pada coliform.
D. Sifat-Sifat: Basil lepra dalam suasana panas dan
lembab dapat tetap hidup selama 9-16
hari. Jika terkena sinar matahari secara langsung dapat bertahan hidup selama 2 jam, terhadap sinar u.v. hanya
dapat bertahan 30 menit.
2.3.2 Patogenesis
Lepra adalah suatu granulomatosa
kronik, disebabkan oleh basil lepra, yang terutama menyerang kulit, saraf
perifer, dan mukosa hidung. Akan tetapi pada dasamya dapat
menyerang pula setiap jaringan tubuh yang lain.
Meskipun cara masuk M. Leprae ke
tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit
tergantung bourgeois imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu
tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan
non toksis.
M. Leprae (Parasis Obligat Intraseluler) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar
pembuluh darah better pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman
masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag (berasal dari monosit darah,
sel mn, histiosit) untuk memfagosit.
Tipe LL: terjadi kelumpuhan system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT: fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman
hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak
bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak
segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan
saraf dan jaringan sekitar.
2.3.3 Patologi
Mekanisme
penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan
seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan yang dapat tekena
kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet
pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M.
Leprae menderita kusta, dan diduga
faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan
pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat
terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan
gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini
sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang
terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat
infeksi untuk kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per 1000 per
tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah
kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adnaya sejumlah organisme di dermis kulit.
Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat
berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di
kulit, Weddel et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan
bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru,
Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita
kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme
tersebut dapat keluar melalui kelenjar
keringat.
Pentingnya
mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada1898. Jumlah dari
bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara
10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien
lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret
hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda
tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi
gerbang dari masuknya
bakteri. Rees dan McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan
dengan pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan.
Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang
paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian
pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa
inkubasi pasti dari kusta belum dapat
dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa
inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus
kusta pada bayi muda. Masa inkubasi
maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian
berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa
inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.
2.3.4 Gambaran
Klinis
Permulaan penyakit lepra selalau
tersembunyi dan membahayakan. Lesi-lesi menyerang jaringan tubuh yang lebih
dingin : kulit, saraf superfisial, hidung, faring, laring, mata dan testis.
Lesi kulit dapat berwujud lesi makula yang anastetik, dengan diameter 1-10 cm;
eritematosa dafus atau tersendiri, nodula infiltrat berdiameter 1-5 cm; atau infiltrasi kulit yang difus. Gangguan
neurologik dimanisfestasikan oleh infiltreasi dan penebalan saraf dengan akibat
anestesia, neuritis, parestesia, ulkul ”trophic”, dan reabsorbsi tulang dan
pemendekan jari-jari. Perusakan bentuk karena infiltrasi kulit dan
diserangnya saraf pada kasus yang tidak dapat diobati dapat hebat sekali.
Penyakit ini
dibagi menjadi 2 tipe yang utama, lepromatosa dan tuberkuloid, dengan beberapa
bentuk peralihan. Pada tipe lepromatosa, perjalanan penyakit progrtesif dan ganas, dengan
lesi-lesi noduler kulit; bekteremia yang terus-menerus; dan
tes kulit lepromin (ekstrak jaringan lepromatosa) negatif. Pada leprea
lepromatosa, kekebalan perantara sel jelas tidak ada dan kulit terinfiltrasi
dengan sel-sel T penekan. Pada tipe tuberkuloid, perjalanan penyakit jinak dan
tidak progresif, dengan lesi makuler pada kulit, saraf terserang hebat,
mendadak dan secara tidak simetris, dengan sedikit basil terdapat dalam lesi,
dan es kulit lepromin positif. Pada lepra tuberkuloid, kekebalan perantara sel
utuh dan kulit terinfiltrasi dengan sel-sel T penolong.
Manisfestasi
sistemik anemia dan limfadenopati juga dapat terjadi. Seringkali mata terserang
pula. Mungkin timbul amiloidosis.
2.3.5 Uji
Laboratorium Diagnostik
Kerokan dengan pisau skalpel dari
kulit, selaput lendir hidung, atau dari biopsi kulit cuping telinga dibuat
sediaan mikroskopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknik Ziehl-Neelsen. Biopsi kulit
atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologik yang khas. Tidak ada tes
serologik yang bermanfaat. Tes-tes serologik bukan treponemal untuk sifilis
sering menghasilkan positif palsu pada lepra.S
2.3.6 Resistensi
dan Imunitas
Banyak orang
takut berlebihan tertular penyakit kusta. Padahal menurut penelitian medis
Kusta merupakan jenis penyakit menular yang sulit menular. Ada 3 (tiga) kelompok orang dalam
system penularan penyakit kusta:
Orang yang
memiliki tingkat imunitas (kekebalan) tinggi terhadap kuman kusta, maka orang
tersebut akan resisten terhadap kuman kusta.
Orang yang
memiliki kekebalan rendah terhadap kuman kusta, maka mungkin orang tersebut
dapat terinfeksi kuman kusta namun akan sembuh dengan sendirinya.
Orang yang tidak
memiliki kekebalan terhadap penyakit kusta. Jika orang tersebut melakukan
kontak langsung dan dalam waktu yang lama dengan orang yang membawa bakteri
kusta dan belum minum obat, maka orang tersebut akan mengalami sakit kusta.
Dari hasil
penelitian diketahui bahwa 95% manusia memiliki kekebalan (resisten) terhadap
penyakit kusta. Sementara hanya 5% orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap
kuman kusta. Sebagai sebuah ilusterasi: dari 100 orang, 95 orang tidak dapat
terserang kusta, 3 orang sakit dan dapat sembuh dengan sendirinya, dan 2 orang
sakit dan harus minum obat.
2.3.7 Penyakit
yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Leprae
Penyakit kusta adalah penyakit
menular yg menahun yg disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf
tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Jaringan tubuh
yang diserang antara lain: mucosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
retikuloendotelial, mata, otot-otot, tulang, testis.
Kusta merupakan penyakit menahun yang
menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang
mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya
rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya
kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak
Kelompok yang berisiko tinggi terkena
kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti
tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk,
dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.
Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
Penyakit Kusta
A. Ciri-Ciri
Lesi kulit pada paha. Manifestasi
klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan
membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi
‘kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit
Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).
Kusta multibasiler, dengan tingkat
keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi kulit
yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak
beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan
saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil
dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.
Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu
atau lebih hipopigmentasi makula kulit dan bagian yang tidak berasa (anestetik).
Kusta lepormatosa dihubungkan dengan
lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis kulit yang menipis, dan perkembangan
pada mukosa hidung yang menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan
epistaksis (hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering
kali terlambat.
Tidak sejalan dengan mitos atau
kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian tubuh.
Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan
merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini,
kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.
B. Gejala dan Tanda
Bakteri penyebab
lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1
tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Jenis lepra
menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan
kebutuhan akan antibiotik :
1.
Lepra tuberkuloid ditandai dengan
ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal
terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya.
2. Pada lepra
lepromatosa muncul benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan
berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu
mata.
3.
Lepra perbatasan merupakan suatu
keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk lepra. Pada
semua jenis, selama perjalanan penyakit baik diobati maupun tidak diobati, bisa
terjadi reaksi kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan
kulit, saraf tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati
dan mata.
2.3.8 Pengobatan
Beberapa sulfon khusus (dapsone, DDS)
dan rimfapin menekan pertumbuhan M Leprae dan manisfestasi klinis lepra bila
diberikan selma beberapa bulan. Resistensi terhadap sulfon mulai timbul
terhadap lepra. Berdasarkan alasan tersebut, pengobatan permulaan dengan
kombinasi sulfon dan rifampin telah diselidiki. Klofazimin
adalah obat oral (100-300 mg/hari) yang digunakan pada penderita lepra yang resisten
terhadap sulfon.
Sampai
pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada pengobatan yang efektif
untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi bakteri) yang
lemah terhadap M. leprae.
Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. {ada
1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti
kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin
pada 1960an dan 1970an.
Kemudian, Shantaram Yawalkar
dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk
mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali
direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah
kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas
lumayan mahal, maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan Dunia
(WHA) ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi
untuk menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha untuk ditekan
menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk mengembangkan strategi
penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO
melaporkan Kemoterapi Kusta pada1993 dan merekomendasikan dua tipe terapi multiobat
standar. Yang pertama adalah pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa
dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan
untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat
terapoi kusta secara gratis pada negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan.
Strategi ini akan bejalan hingga akhir 2010.
Pengobatan multiobat masih
efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Cara ini
aman dan mudah. jangka waktu pemakaian telah tercantum pada kemasan obat.
2.3.9 Epidemiologi,
Pencegahan, dan Pengawasan
Ø Epidemiologi
Penularan penyakit lepra paling
munkin terjadi bila anak-anak kecil berkontak selama masa waktu yang lama
dengan orang pelepas basil yang berat. Sekret hidung merupakan bahan paling
infeksius untuk hubungan keluarga. Masa inkubasi mungkin 2-10 tahun. Tanpa
profilaksis, sekitar 10% anak-anak yang terinfeksi dapat emnderita penyakit
ini. Pengobatan cenderung untuk mengurangu atau menghilangkan infektivitas penderita.
Armadillo yang terinfeksi secara spontan ditemukan di Texas, tetapi mereka
tidak berperan terhadap penularan penyakit lepra di Indonesia.
Ø Pencegahan dan Pengawasan
Identifikasi dan
pengobtan penderita lepra merupakan kunci pengawasan. Anak-anak dari orang tua
yang terinfeksi diberiak
khemoprofilaksis dan sulfon sampai orang tua tidak infeksius lagi. Bila
salah satu dari anggota keluarga mederita lepra lepromatosa, nmaka profilaksis
demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluarga tersebut. Vaksinasi BCG
secara eksperimen dan vaksin M leprae telah digunakan pula untuk keluarga yang
terkontak dan mungkin untuk masyarakat yang terkontak pada daerah endemik.
2.4 Mycobacterium Avium
2.4.1 Morfologi
dan Identifikasi
Kompleks Mycobacterium avium sering
disebut sebagai kompleks MAC atau MAI (Mycobacterium Avium Intracellulare). Organisme initumbuh optimal pada
suhu 410 C dan menghasilakan koloni halus, lembut, tidak berpigmen.
Organisme tersebut terdapat dimana-mana dalam lingkungan dan telah dibiakkan dari
air, tanah, makanan, dan hewan, termasuk burung.
Bakteri Mycobacterium Avium
Selama
15 tahun pertama epidemic AIDS, kira-kira 25% dan mungkin mencapai 50% pasien
yang terinfeksi HIV mengalami bakterimia MAC dan infeksi diseminata selama
perjalanan penyakit AIDS. Setelah itu, penggunaan profilaksis azitromisin atau
klaritromisin telah sangat menurun insiden infeksi MAC diseminata pada pasien
AIDS.
2.4.2 Patogenesis
Infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium avium adalah umum pada pasien AIDS dan pasien dengan penyakit
paru-paru kronis. Bakteri dapat diperoleh baik melalui jalur usus dan rute
pernapasan. M. avium mampu menyerang sel epitel mukosa dan pemindahan seluruh
mukosa. Bakteri dapat menginfeksi makrofag, mengganggu beberapa fungsi dari sel
inang. Pertahanan tuan rumah melawan M. avium terutama tergantung pada CD4 +
limfosit T dan sel pembunuh alami. Makrofag aktif dapat menghambat atau
membunuh bakteri intraseluler oleh mekanisme yang saat ini diketahui, tetapi M.
avium dapat menyerang makrofag istirahat dan menekan aspek kunci dari fungsi
mereka dengan memicu pelepasan beta mengubah pertumbuhan faktor dan interleukin
10. Koinfeksi dengan HIV-1 tampaknya saling menguntungkan, dengan kedua
organisme berkembang lebih cepat.
2.4.3 Patologi
Pajanan
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya kolonisasi MAC baik pada saluran napas
atau saluran cerna. Bakterimia sementara muncul diikuti dengan invasi jaringan.
Bakterimia persisten dan dan infiltrasi jaringan yang luas mengakibatkan
terjadinya disfungsi organ. Setiap organ dapat terkena. Pada paru-paru sering
dijumpai adanya nodul, infintrat difus, kavitas, dan lesi endobronkial.
Manifestasi lainnya meliputi perikarditis, abses jaringan lunak, lesi kulit,
keterlibatan kelenjar getah bening, infeksi tulang, dan lesi system saraf
pusat. Pasien sering mengalami gejala nonspesifik demam, keringat malam, nyeri
abdomen, diare dan penurunan berat badan. Diagnosis dibuat dengan membiakkan
organism MAC dari darah atau jaringan.
2.4.4 Gambaran
Klinis
Gejala MAC dapat
meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit
perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam
tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumonia, dan
masalah berat lain.
Gejala ini dapat
disebabkan oleh banyak infeksi oportunistik. Jadi, kemungkinan akan dimeriksa
darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contoh cairan
tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini,
yang disebut pembiakan, membutuhkan beberapa minggu. Memang sulit menemukan
bakteri MAC, walau kita terinfeksi.
Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, dokter mungkin mengobati kita
seolah-olah kita MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena
infeksi MAC sangat umum tetapi sulit didiagnosis.
2.4.5 Resistensi
dan Imunitas
Organisme MAC secara rutin bersifat
resisten terhadap obat anti tuberculosis lini pertama.
2.4.6 Penyakit
yang Disebabkan Oleh Mycobacterium Avium
Organisme MAC jarang menyebebkan
penyakit pada manusia imunokompromais. Walaupun demikian, di Amerika Serikat,
infeksi MAC diseminata adalah salah satu infeksi oportunistik bakteri yang
paling sering terjadi pada pasien AIDS. Risiko terjadinya infeksi MAC
disemimata pada orang yang terinfeksi HIV sangat meningkat ketika hitung
limfosit CD4 positif menurun sampai <100/ Ul. Jenis kelamin, ras etnik, dan
factor risiko individual untuk infeksi HIV tidak mempengaruhi perkembangan
infeksi MAC disemimata, tapi infeksi Pneumonisistis
jiroveci sebelumnya, anemia berat, dan interupsi pengobatan antiretrovirus
dapat meningkatkan risiko tersebut.
2.4.7 Pengobatan
Pengobatan awal dengan klaritromisin
maupun azitromisin ditambah dengan etambutol lebih disukai. Obat lain yang
mungkin berguna adalah rifabutin (Ansamisin), klofazimin, fluorokuinolon, dan
amikasin. Obat-obat multiple sering digunakan dalam bentuk kombinasi.
Pengobatan menyebabkan penurunan jumlah organisme MAC dalam darah dan perbaikan
gejala klinis. Profilaksis rifabutin menurunkan insidensi bakterimia sebesar
50% dan mengurangi gejala klinis ketika penyebaran penyakit terjadi.
Bakteri MAC dapat bermutasi (mengubah dirinya) dan mengembangkan
resistansi (menjadi kebal) terhadap beberapa obat yang dipakai untuk
mengobatinya. Pengobatan MAC harus
diteruskan seumur hidup (selama jumlah CD4 kita di bawah 100), agar penyakit
tidak kembali (kambuh).
Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah:
1.
Amikasin: masalah
ginjal dan telinga; disuntikkan.
2.
Azitromisin: mual,
sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
3.
Siprofloksasin:
mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus.
4.
Klaritromisin:
mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau diinfus. Catatan: takaran maksimum 500 mg dua kali
sehari.
5.
Etambutol: mual,
muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.
6.
Rifabutin: ruam,
mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.
7.
Rifampisin: demam,
panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat menyebabkan
air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah- oranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB.
Banyak interaksi obat.
2.4.8 Epidemiologi,
Pencegahan, dan Pengendalian
Bakteri yang
menyebabkan MAC sangat umum. Mustahil infeksinya dihindari. Cara terbaik untuk
mencegah penyakit MAC adalah memakai terapi antiretroviral (ART). Bahkan jika
jumlah CD4 kita sangat rendah, ada obat yang dapat mencegah perkembangan
penyakit MAC pada hingga 50% orang.
Obat antibiotik azitromisin dan klaritromisin dipakai untuk
mencegah penyakit MAC. Obat ini dapat diresepkan untuk orang dengan jumlah CD4
di bawah 50.
ART dapat
meningkatkan jumlah CD4. Jika jumlah CD4 naik di atas 100 dan tahan pada
tingkat ini selama tiga bulan, berhenti memakai obat pencegahan MAC mungkin
aman.
2.5 Mycobacterium Bovis
2.5.1 Morfologi
dan Identifikasi
Mycobacterium bovis merupakan bakteri Gram-positif, tahan asam,
berbentuk batang dan bakteri aerobik dengan suhu hidup optimal pada 37 º C. Bentuk yang paling sering dijumpai akibat infeksi Mycobacterium bovis adalah ekstra pulmonal (SOEJOEDONO, 2004).
Mycobacterium bovis
kekurangan aktivitas kinase piruvat karena mengandung mutasi titik yang
mempengaruhi pengikatan Mg2+ kofaktor. Kinase Piruvat mengkatalisis
langkah akhir glikolisis, defosforilasi phosphorenolpyruvate ke piruvat. Oleh karena itu dalam Mycobacterium
bovis intermediet glikolisis tidak dapat masuk ke dalam metabolisme oksidatif.
Meskipun tidak ada penelitian spesifik yang
telah dilakukan, tampaknya bahwa Mycobacterium bovis harus bergantung pada asam amino atau
asam lemak sebagai sumber karbon alternatif untuk metabolisme energi.
Bakteri Mycobacterium Bovis
2.5.2 Patogenesis
Mycobacterium bovis biasanya ditularkan ke manusia melalui susu
yang terinfeksi, meskipun juga dapat menyebar melalui droplet aerosol. Infeksi
pada manusia yang sebenarnya jarang terjadi, sebagian besar karena pasteurisasi
membunuh bakteri dalam susu yang terinfeksi dan sapi secara acak diuji untuk
penyakit ini dan segera dimusnahkan jika terinfeksi, tetapi masih dapat
digunakan untuk konsumsi manusia. Namun, di daerah negara berkembang di mana
pasteurisasi tidak rutin, Mycobacterium
bovis adalah penyebab yang relatif umum dari TB manusia.
Bovine TB adalah penyakit menular kronis yang mempengaruhi berbagai host mamalia, termasuk manusia, sapi, rusa, llama, babi,
kucing domestik, karnivora liar (rubah, anjing hutan) dan omnivora (possum,
Mustelid dan hewan pengerat); jarang mempengaruhi equids atau domba. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui beberapa cara;. misalnya, luak mengeluarkan
Mycobacterium bovis dihembuskan di
udara, sputum, urin, feses dan nanah, sehingga penyakit dapat ditularkan
melalui kontak langsung, berhubungan dengan kotoran dari hewan yang terinfeksi,
atau inhalasi aerosol, tergantung pada spesies yang terlibat.
2.5.3 Patologi
Patologi Mycobacterium bovis mirip dengan Mycobacterium tuberculosis pada manusia, menyebabkan
kelemahan kronis, batuk, dan selanjutnya menyebar ke organ lain. Dalam sapi dari mana Mycobacterium bovis diisolasi menderita lesi
nekrotik di paru-paru dan bronchomediastinal kelenjar getah bening. Sapi yang
terinfeksi menghasilkan mastitis mikobakteri menyebabkan penumpahan bakteri ke
dalam susu yang menyebabkan penularan pada manusia melalui saluran
pencernaan jika susu yang tertelan tidak dipasteurisasi dan
juga melalui saluran pernafasan secara aerosol.
2.5.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis umum penderita TB adalah batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai
antara lain : dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri
dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih
dari sebulan.
Namun,
Infeksi M. bovis pada manusia,
menimbulkan gejala klinik yang sama dengan tuberkulosis yang disebabkan oleh M. tuberculosis, dan gejalanya sulit
dibedakan diantara kedua penyebab tersebut.
2.5.5 Uji Laboratorium
Diagnostik
Mycobacterium bovis termasuk dalam bakteri tahan asam, sehingga
dapat dilakukan uji laboratorium dengan pewarnaan Ziehl Neelson. Pengujian
bakteri ini juga dapat dilakukan dengan uji tuberkulin dan tes niacin
a)
Pewarnaan Ziehl Neelson
Pewarnaan Ziehl Neelson terdapat beberapa perlakuan dan zat kimia
yang diberikan. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tetapi tidak mengubah
struktur sel bakteri. Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades mengalir
bertujuan untuk menutup kembali lemaknya (Pelczar dan Chan, 1986).
Prosedur pewarnaan Ziehl Neelson yaitu dengan memberi larutan
pewarna carbol fuchsin, alkohol asam, dan methylen blue. Hasil yang diperoleh
saat praktikum yaitu positif 1 dan positif 2 yang dilaporkan secara kuantitatif
menurut IUAT, yaitu:
Negatif: apabila tidak ditemukan BTA.
Positif: apabila terdapat 1 – 9 BTA /
100 lapang pandang.
Positif 1: apabila terdapat 10 – 90 BTA
/ 100 lapang pandang.
Positif 2: apabila terdapat 1 – 9 BTA /
1 lapang pandang.
Positif 3: apabila terdapat > 10 BTA
/ 1 lapang pandang.
Tujuan pemberian carbol fuchsin 0,3% adalah untuk mewarnai seluruh
sel bakteri. Tujuan pemberian alkohol asam 3% adalah meluruhkan warna dari
carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian alkohol
asam 0,3% karena memiliki lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol
sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan warna merah akibat pemberian
carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan pemberian methylen blue adalah memberi
warna background (Pelczar dan Chan, 1986).
Pewarnaan Ziehl Neelson atau pewarnaan tahan asam untuk memilahkan
antara kelompok bakteri tahan asam dan bakteri yang tidak tahan asam. Kelompok
bakteri tahan asam dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin)
sewaktu dicuci dengan larutan alkohol asam. Larutan asam terlihat berwarna
merah, sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat
akan melakukan fuksin karbol dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna.
Setelah penambahan cat warna kedua bakteri tidak tahan asam berwarna biru.
b)
Uji Tuberkulin
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya
pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan
dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi.
1.
|
Pembengkakan (Indurasi)
|
:
|
0–4mm,uji mantoux negatif.
Arti klinis: tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa. |
2.
|
Pembengkakan (Indurasi)
|
:
|
3–9mm,uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG. |
3.
|
Pembengkakan (Indurasi)
|
:
|
≥ 10mm,uji mantoux positif.
Arti klinis: sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa. |
c)
Tes Niacin
Tes Niacin positif bila tes memberikan warna kuning dan negatif bila
tidak berwarna. Cara melakukan tes Niacin yaitu :
a.
Tuangkan 2 ml air mendidih
pada kultur yang pertumbuhannya telah cukup
(lebih dari 100 koloni).
b. Biarkan tabung reaksi pada posisi miring selama 10 menit.
c.
Sediakan 2 tabung reaksi dan
masing- masing diisi oleh 0,2 ml dengan cairan
ekstrak yang berbentuk tadi kemudian tambahkan 0,1 ml Aniline -Etanol 4% pada kedua tabung tersebut.
d. Pada salah satu tabung tambahkan 0,1 ml Cyanogen Bromide 10%, lalu
campur pelan-pelan, bila terlihat
warna kuning emas berarti reaksi tes Niacin
positif ( Adanya M.Tuberkulosis).
e.
Tabung lain sebagai kontrol.
2.5.6 Resistensi dan
Imunitas
Berikut
ini adalah resistensi Mycobacterium bovis.
v Tahan terhadap keadaan luar karena
kuman dilapisi lilin.
v Tidak tahan terhadap sinar matahari dalam beberapa menit.
v Tidak tahan tehadap Desinfektan (kreosol 2-3%), mati dalam beberapa menit.
v Dalam laboratorium yang dijaga kekeringannya tahan sampai dengan 9 bulan.
Meskipun
antibodi diproduksi dalam tuberculosis, imunitas disebabkan (Cell Mediated
Immunity) CMI. Vaksin yang pertama digunakan adalah vaksin BCG yang merupakan
Mycobacterium bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan menumbuhkannya pada
biakan kentang-gliserin dengan pemindahan berulang kali. Hipersensitivitas
terhadap tuberkulin menunjukan resisten terhadap tuberkulin. Reaksi ini
terkadang bersifat negative bila tingkat infeksinya parah ataupun bila terdapat
kelemahan pada CMI.
2.5.7 Penyakit yang
Disebabkan Oleh Mycobacterium Bovis
Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis adalah TB yang
sama dengan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini dapat menyerang manusia dan hewan, khususnya pada sapi. Penyakit pada sapi yang terinfeksi bakteri ini disebut
tuberkulosis sapi .Manusia dapat tertular tuberkulosis
sapi melalui tiga cara yaitu: penularan secara aerosol menghirup udara yang
terkontaminasi bakteri M. bovis dari
lingkungan hewan penderita tuberkulosis (infected
environment), penularan secara oral meminum susu dari hewan tertular
tuberkulosis (infected) yang
tidak dipasteurisasi atau makan daging hewan dari ternak penderita tuberkulosis
yang tidak dimasak sempurna dan tertular dari profesi pekerjaannya bidang
produksi ternak atau melakukan prosesing produk ternak.
2.5.8 Pengobatan
Pengobatan akibat bakteri ini sama dengan pengobatan yang diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6
bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu
dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat
pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua
hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi
kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan biaya
berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien
disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia.
Selama proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani
pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau rontgen setiap 3 bulannya.
Adapun obat-obatan yang dapat diberikan tetapi, Mycobacterium
bovis adalah
bawaan resisten terhadap pirazinamid, sehingga menjadi pengobatan standar yang
dapat diberikan dengan isoniazid dan rifampisin selama 9 bulan bagi penderita
TB.
2.5.9 Epidemiologi,
Pencegahan, dan Pengendalian
Penyakit ini ditemukan pada sapi di seluruh dunia, tetapi beberapa
negara telah mampu mengurangi atau membatasi timbulnya penyakit melalui proses
pengujian dan pemusnahan ternak. Sebagian besar dari Eropa dan beberapa negara
Karibia (termasuk Kuba) yang hampir bebas dari Mycobacterium bovis. Australia
secara resmi bebas dari penyakit ini sejak program BTEC sukses, tetapi infeksi
sisa mungkin ada di kerbau liar di bagian-bagian yang terisolasi dari Northern
Territory. Di Kanada, ada yang terpengaruh rusa liar dan Rusa ekor putih dan
sekitar Mountain National Park di Manitoba. Untuk meningkatkan kontrol dan menghilangkan
TB sapi, Badan Makanan Kanada Pemeriksaan (CFIA) telah dibagi menjadi dua
daerah Manitoba manajemen: RMEA, daerah di mana penyakit ditemukan dan Manitoba
TB Pemberantasan Area (MTEA ), sisa provinsi luar RMEA mana penyakit belum
ditemukan. Penyakit ini juga telah ditemukan pada kerbau liar di Afrika
Selatan.
Mycobacterium bovis dapat ditularkan dari manusia ke manusia, ada
wabah di Birmingham, Inggris pada tahun 2004
dan dari manusia ke hewan ternak, tetapi kejadian seperti itu jarang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bakteri tahan asam (BTA)
merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang
panjangnya 8 - 95 dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan
lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat
dinding sel. Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculose,
Mycobacterium bovis, Mycobacterium leprae, Mycobacterium, avium, Nocandia
meningitidis, dan Nocandia gonorrhoeae.
Pewarnaan Ziehl Neelson
atau pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium dan Nocandia dengan
bakteri lainnya. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat
mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan
pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah, sebaliknya pada
bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol asam) akan
melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak
berwarna.
3.2
Saran
Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa
diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang bakteri tahan asam dari spesies Mycobacterium.
DAFTAR PUSTAKA
u Brookks, Geo.F, DKK.2005. Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika
u http://childrengrowup.wordpress.com/2012/04/05/gejala-dan-pencegahan- penyakit-lepra/
u http://en.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_bovis
u http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
u http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6302/1/patologi-lisdine.pdf
u http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=ppt%20batang%20gram%20positif%20tidak%20berspora&source=web&cd=7&ved=0CE0QFjAG&url=http%3A%2F%2Fpharzone.com%2Fmateri%2520kuliah%2Fmikrob%2Fkelompok%252010.ppt&ei=rB-dT5j1JIWHrAej1d1k&usg=AFQjCNHYgA5-eyLJm9gopepPv2WmsW3rYA&cad=rja
u http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
u Jawetz, E, Melnick dan E.A Adelberg. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar